Saya bertanya pada diri saya sendiri,
“Mungkin ngga sih seseorang bisa kehilangan sense
of surprise?”
Belakangan baru saya sadari bahwa saya
tidak lagi se-ekspresif dulu. Tiap dapat atau dengar sesuatu hal berupa kejutan
saya selalu menanggapi ala kadarnya. Paling banter saya hanya merespon, oh ya?
Masa? Kapan? dan lain sebagainya.
Bahaya ngga sih ‘penyakit’ macam ini?
Menurut saya sih ngga, tapi cukup mengganggu. Bayangkan jika sedang berada di
tengah kerumunan orang -teman atau sahabat- dan salah satu di antara mereka
dapat kejutan, masa iya reaksinya cuma plonga-plongo
aja sedangkan yang lain pada histeris? Kan ngga seru.
Puncaknya awal bulan Maret lalu, tepat
di hari saya berulang tahun yang ke-28. Bu Laura dan Mbak Parmi, keduanya rekan
kerja kekasih saya yang tinggal bersama satu kontrakan, tiba-tiba keluar dari
dalam kamar sambil membawakan kue cokelat. Secara bersamaan mereka mengucapkan
“Happy Birthday Darwin” tapi apa
ekspresi saya pada waktu itu? Melongo dan salah tingkah. Bingung mau
menampilkan ekspresi macam apa. Saya tidak bisa histeris seperti orang
kebanyakan. Setelah menimbang berbagai kalimat, akhirnya saya hanya bisa
berucap, “Eh, makasih banyak Bu Laura, Mbak Parmi. Kok repot-repot sih” sambil
garuk-garuk kepala yang sebenarnya gak terasa gatal sama sekali.
Semua terasa datar dan hambar. Kasihan
mereka yang sudah repot menyiapkan segala sesuatunya berharap saya bakal
histeris tapi kenyataannya tidak.
Jadi lain kali kalau mau kasih saya surprise tidak perlu repot. Cukup doa
dan ucapan selamat saja, bagi saya itu sudah lebih dari cukup.
Sebetulnya saya tidak pernah merasa
senang ketika usia saya bertambah. Bertambahnya usia berarti tambah tua dan
bertambah pula tanggung jawab. Kata orang bijak, harus jadi orang hebat dan jauh
lebih sukses dari tahun kemarin.
Andaikan saja kita tidak akan pernah
tua.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar