BUS LORENA (Fotonya Sedikit Shaky) |
Senin(25/11), hari itu pun tiba. Saya segera bangun dari tempat tidur begitu dengar
suara berisik alarm ponsel yang sudah
disetel satu hari sebelumnya yaitu pk.03.30 wita. Dengan kedua mata menyipit
dan badan terhuyung-huyung, saya bergegas mengambil handuk lalu mandi pagi. Begitu
berdiri tepat di bawah pancuran shower, sebelum memutar keran air, saya memanjatkan
doa, “Ya TUHAN... kuatkan lah tubuh saya ini dari serangan air dingin,” dan ketika
tetesan pertama itu menyentuh kulit, saya terperanjat kaget alamaakk dingin
sekali airnya! Keluar dari kamar mandi, lantas berpakaian, lalu memeriksa dan
memastikan ulang barang bawaan apa masih ada yang tertinggal atau tidak.
Ternyata semua sudah oke, sekarang waktunya tancap gas dari kost ke kantor ESL
Sanur. Dari kantor ESL, saya naik Bus LORENA dengan kode LE611/294, terus mangkal
sebentar di Terminal Ubung sekitar 2 jam’an, baru bablas ke Surabaya.
Lho kok pakai bus?
Katanya naik pesawat? Inginnya sih pakai pesawat, kalau ngga Citylink ya AirAsia. Minus Lion Air karena
harganya lebih mahal ketimbang dua maskapai penerbangan itu. Berhubung jarak
tempuh Sanur – Airport Ngurah Rai cukup jauh dan lagi tidak ada yang bisa
mengantar saya ke sana, jadi saya putuskan naik bus saja yang gampang dijangkau,
ngga ribet. Hanya butuh waktu 5 menit lho dari kost ke kantor ESL Sanur. Kenapa
harus LORENA? Kenapa tidak pilih Pahala Kencana atau Kramat Djati? Ohh.. tidak bisaa, kebetulan saya punya history ikatan batin dengan perusahaan
otobus warna hijau daun itu, dulunya saya bekerja di sana, lebih tepatnya di ESL Cargo and Logistic, ha3ha #modus.
Mendekati waktu
keberangkatan, yakni pk.05.00 wita, saya berpamitan dengan mengecup mesra
kening Ruth sambil berujar, “Hati-hati ya, jaga diri baik-baik, doakan semua
lancar, mudah-mudahan pekerjaan ini jodoh.” tak lupa pula saat menginjakkan
kaki di pijakan bus, saya juga berdoa di dalam hati dan membaca basmallah. Tak lama
kemudian, bus yang saya tumpangi mulai berjalan perlahan meninggalkan kantor
ESL Sanur di Jalan By Pass Ngurah Rai.
Melewati kawasan Sanur –
Tohpati – Gatot Subroto, bus melaju tenang dan santai. Salah seorang crew lantas
memutar video pewayangan yang dibawakan seorang dalang diiringi nyanyian khas
sinden ber-makeup tebal berbadan gendut. Saya sendiri heran, kenapa setiap kali
melakukan perjalanan via bus pasti yang diputar lagu-lagu macam Ebiet G Ade, dangdut koplo dengan
goyangan pinggul yang aduhai menggoda, sekarang baru lagi, menayangkan video
pewayangan yang jelas-jelas saya tidak tau mereka itu sebenarnya lagi ngomongin
apa. Di tengah perjalanan singkat menuju Terminal Ubung itu, tiba-tiba seorang
crew memulai pembicaraan dengan crew lain, saya memilih jadi pendengar setia
saja. “Sampean ‘gak salah ‘ta, Mbah? Jaran iku gak rolas ‘ta? Aku nduwe lho buku
panduan e nang omah lho, Mbah. Feeling
ku iki ketok’an e tembus, Mbah. Soal e mang bengi aku diparani kewan, lha kewan
iku koyok isok ngomong nang aku,” ucapnya berapi-api penuh keseriusan tingkat
tinggi dengan bahasa jawanya yang kental. Saya terkekeh melihat mimik wajah
crew itu. “Oalah.. ngomongin nomor buntut (togel) serius amat tampangnya?
Ngotot banget gitu lho. Segala hewan sampai dikasih nomor urut, kok bisa ya
pegiat togel berpikir segitu detailnya? Siapa toh yang kasih nomor urut kayak
gitu?” tanya saya dalam hati, sampai pada akhirnya bus tiba di Terminal Ubung.
Setelah memarkirkan bus
pada tempatnya, awak bus langsung menuju warung makan untuk sarapan pagi. Saya
diajak ikut serta (sarapan), tapi saya lebih memilih duduk di bangku
keberangkatan penumpang.
Sekarang giliran penjual
tiket pada sibuk. “Lorena... Lorena... Lorena...” seru penjual tiket lantang sekaligus
aktif mondar-mandir menghampiri dan menanyakan setiap calon penumpang di sana,
“Ibu/Bapak tujuannya mau ke mana? Ada Lorena, tempat duduknya masih ada yang
kosong, keburu diisi orang lain lho” tanya penjual tiket ramah sekalian
berpromosi. Jika calon penumpang tampak ragu, mereka (penjual tiket) juga bisa diajak
negoisasi.
Tidak hanya penjual
tiket saja yang sibuk ke sana ke mari cari penumpang, petugas lapangan juga tak
kalah hebohnya. Berbagai dokumen penting perjalanan berada di tangan kiri
mereka seperti form seri tiket, passenger
manifest, adminstrasi, cap stempel sana-sini dan lain sebagainya. Dokumen
sebanyak itu harus selesai saat itu juga untuk dititipkan kepada kernet
kemudian dari kernet disetorkan ke pusat sebagai arsip data.
BUS PAHALA KENCANA |
Selama duduk di bangku
keberangkatan penumpang, saya memperhatikan beragam aktivitas di sana. Ada
penjaja koran, ada orang tertidur pulas dengan posisi badan meringkuk
kedinginan di bangku, ada beberapa petugas dari Dinas Perhubungan (DISHUB)
terlihat asik berdiskusi sesama rekan kerja, ada yang melamun seperti meratapi
nasib, ada ibu sedang menggendong anaknya, wah pokoknya macam-macam. Ekspresi
wajah mereka juga bermacam-macam, ada yang senang gembira, sedih, galau, serius,
sampai yang ngga begitu jelas ekspresinya. Nah lho, bingung ngga tuh? Proses
observasi saya tentu tidak lepas dari beberapa batang rokok merk Dunhill
dan termos berisikan kopi yang dituang sedikit demi sedikit ke dalam cangkir
penutupnya.
Ada yang menarik
perhatian saya, yaitu kaca kantor operasional terminal. Di kaca itu, terpampang
jelas logo satu batang rokok dicoret disertai tulisan “Kawasan Tanpa Rokok”
lantas di bawahnya juga ditempel tulisan “Dilarang Buang Sampah Sembarangan”.
Mengacu tulisan itu, saya cross check langsung, ngefek ngga sih tulisan itu? Ternyata
di pinggir-pinggir teras ruang tunggu masih banyak tuh bekas puntung rokok
berserakan. Bahkan saya melihat sendiri sampai ada seorang penumpang meludah
sembarangan di dalam ruang tunggu, tidak merasa bersalah pula! Hebat betul
orang itu.
Namanya juga terminal
bus yang notabene dijejali masyarakat kalangan menengah ke bawah, ya susahlah
menjaga kebersihan. Kalaupun ingin diterapkan aturan seperti yang terpampang
pada kaca ruang operasional, harus siap tenaga lebih untuk menertibkan para
pelaku atau penggiat di kawasan terminal. Lha wong petugasnya saja merokok.
Menjelang pk.07.00 wita,
terdengar suara informasi dari petugas terminal.melalui pengeras suara,
“Perhatian... Perhatian... ditujukan kepada seluruh penumpang Bus Lorena tujuan
Jakarta – Bogor, harap segera masuk ke dalam Bus karena sebentar lagi akan
diberangkatkan”. Sebelum masuk ke dalam, saya menyempatkan diri berjabat tangan
dengan para karyawan Lorena, mulai dari Pak Antok selaku Kepala Cabang, Pak
Suhaemi, Pak Ali dan terakhir Mas Andika. Lima menit kemudian, bus mulai
bergerak mundur keluar dari tempat parkir, saya melambaikan tangan ke arah rekan-rekan
karyawan Lorena dan bus yang saya tumpangi itu pun mulai melaju meninggalkan
Terminal Ubung, melanjutkan perjalanan panjang menuju tujuan akhir, Bogor.
Di dalam bus, beberapa
penumpang tampak duduk manis di kursinya masing-masing. Saya duduk di kursi 2C,
deretan kursi ke-dua dari depan sebelah kanan pinggir jalan. Sekitar 30 menit
perjalanan, seorang wanita gemuk paruh baya duduk di depan saya mulai muntah
karena mabuk. Muntahnya ngga nanggung-nanggung lagi, persis di sebelah kanan
sopir! Walau pun ia sudah menampungnya ke dalam kantong plastik, tetap saja
aksi wanita itu mengagetkan sang sopir. “Waduuhhhh,” pekik supir pelan sambil
sedikit menoleh ke arah wanita itu lantas kembali konsentrasi ke depan. Kok ya untung,
sang sopir hanya kaget lalu menoleh tidak sampai kaget lantas refleks berdiri
dari tempat duduknya, saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya nanti.
30 menit kemudian,
lagi-lagi wanita gemuk itu berulah. Setelah muntah, sekarang nangis sesenggukan
lewat ponsel yang digenggam di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang
sebuah jaket menutupi seluruh mukanya. “Ojok lho Mas... aku ora gelem koyok
ngunu. Aku gak ngerti ya opo terusan...,” beberapa potong kalimat tidak seberapa
jelas terdengar oleh kuping saya. Entah apakah wanita ini adalah wanita
simpanan atau bagaimana, peduli setan!
Sekitar pk.09.00 wita,
bus memasuki areal hutan dengan jalan sempit berliku-liku. Sampailah saya di
Jalan Denpasar – Gilimanuk atau lebih dikenal dengan julukan “Jalur Tengkorak” karena
saking banyaknya memakan korban jiwa di sepanjang jalan ini. Bus mulai
menurunkan kecepatan disusul kemudian merayap perlahan. “Wah.. macet, nih” ujar
saya dalam hati. Beberapa papan proyek bertuliskan “Ada Perbaikan Jembatan” tampak
menghiasi dibeberapa titik.
Bukan pengerjaan
perbaikan jembatan yang pertama kali saya lihat, melainkan sebuah truck
bermuatan berat ‘nangkring’ tepat di jalur arah Gilimanuk – Denpasar. Sang sopir
truck berbadan super jumbo itu hanya bisa duduk lemas di atas sebuah bongkahan
batu yang diambilnya di pinggir jalan. Saking pasrahnya, mungkin ia tidak sadar
bahwa celana yang dikenakannya setengah melorot sampai-sampai belahan pantatnya
(silit, bahasa jawa) terlihat jelas!
Selain tingkat
kecelakaan lalu lintas cukup tinggi, di sini juga sering terjadi truck
bermasalah. Mulai dari rusak, mogok, terguling, sampai ngga kuat nanjak karena
kelebihan beban muatan. Anehnya, sudah tau medan jalan berat kok ya masih
berani angkut beban berat? Lucu toh?
Kira-kira satu atau dua kilo
dari soping super jumbo, barulah saya melihat adanya pengerjaan proyek perbaikan
jembatan. Pada saat itu, arus kendaraan dari arah Denpasar menuju Gilimanuk sih
tidak mengalami kemacetan berarti, namun, tidak demikian dengan arah sebaliknya
yang tampak mengular panjang.
Selepas perbaikan jembatan,
antrian kendaraan masih terus tampak. Lima menit jalan, sepuluh menit jalan,
lima belas menit jalan, antriannya belum juga putus-putus. Wihhh.. antrian
kendaraannya sudah berapa kilo meter nih?
Ternyata tidak hanya
satu truck saja yang bermasalah (sopir super jumbo), menurut pantauan dan perhitungan
saya, setidaknya ada 3 sampai 4 truck besar yang terkapar di sepanjang jalur
itu! “Terima kasih ya Allah, sudah memudahkan perjalanan hamba mu ini,” doa
saya dalam hati. Kurang lebih sekitar jam 11.00 wita, bus mulai memasuki kapal penyebrangan
Gilimanuk – Ketapang.
KAPAL FERRY |
DERMAGA KETAPANG |
Setiap kali berada di
kapal penyebrangan di siang hari, kemudian melihat ke arah dasar laut dekat
dermaga, jujur, saya selalu tergiur dan berkeinginan untuk terjun bebas ke air
laut. Bagaimana tidak tergiur, air laut itu terlihat begitu jernih dan indah. Adakalanya
saya merasa iri dengan penduduk sekitar. “Andaikan saya penduduk sini, pasti
tiap hari saya berenang,” curhat saya di dalam hati. Apalah daya, saya hanya bisa
memandang kosong sambil menikmati pemandangan kapal-kapal penyebrangan
bermanuver di atas air laut.
Memasuki pos kontrol
Lorena Probolinggo di sore hari, hujan turun sangat deras. Ada kali ya sebesar
kacang tanah. Hujan selebat itu, pastinya mempengaruhi kecepatan dan gerakan manuver
Bus menjadi kurang mantap. Otomatis perkiraan kedatangan saya di Surabaya,
meleset. Yo wes lah.. alon-alon asal kelakon.
Tampaknya alam sedang
kurang bersahabat, lepas dari Probolinggo hujan masih juga turun dengan
derasnya. Puncak-puncaknya ketika Bus berada di daerah Bangil. Selama kurang
lebih 3 jam, arus lalu lintas mengarah ke Pasuruan macet total tidak bergerak
sama sekali. Menurut informasi yang dihimpun stasiun radio Suara Surabaya, kemacetan parah itu disebabkan adanya banjir hebat,
sampai-sampai menenggelamkan salah satu areal makam kuburan didekat jembatan
kecil hingga terlihat seperti sungai. Badan saya pada waktu itu mulai terasa
mual, kepala juga mulai pening. Gara-garanya bukan karena macet, tapi karena
tubuh saya memerlukan asupan kafein alias kopi hitam pekat! Saya bisa saja
meninggalkan bus sebentar, mlipir beli
kopi seduh di warung. Tapi masalahnya, uang di dompet besar-besar. Masa iya
beli kopi seharga Rp.2.000 dibayar dengan uang seratus ribuan? Terpaksa puasa
kafein, deh.
Lepas dari kemacetan parah di Bangil, arus lalu lintas berjalan normal. Begitu Bus memasuki Tol Gempol, sang sopir langsung tancap gas sekaligus bermanuver keren! Saya langsung mengabarkan kedua orang tua via ponsel bahwa saya sudah masuk Tol dan request dibawakan kopi hitam! Ha3Ha. Tepat pk.22.30 wib, akhirnya sampai juga di tempat tujuan, turun didekat pintu Tol Tandes Barat, dari sana kemudian naik mobil bersama kedua orang tua menuju rumah. Welcome To Home Sweet Home...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar