Rabu, 27 November 2013

BIG STEP DAY#1

BUS LORENA (Fotonya Sedikit Shaky)
Senin(25/11), hari itu pun tiba. Saya segera bangun dari tempat tidur begitu dengar suara berisik alarm ponsel yang sudah disetel satu hari sebelumnya yaitu pk.03.30 wita. Dengan kedua mata menyipit dan badan terhuyung-huyung, saya bergegas mengambil handuk lalu mandi pagi. Begitu berdiri tepat di bawah pancuran shower, sebelum memutar keran air, saya memanjatkan doa, “Ya TUHAN... kuatkan lah tubuh saya ini dari serangan air dingin,” dan ketika tetesan pertama itu menyentuh kulit, saya terperanjat kaget alamaakk dingin sekali airnya! Keluar dari kamar mandi, lantas berpakaian, lalu memeriksa dan memastikan ulang barang bawaan apa masih ada yang tertinggal atau tidak. Ternyata semua sudah oke, sekarang waktunya tancap gas dari kost ke kantor ESL Sanur. Dari kantor ESL, saya naik Bus LORENA dengan kode LE611/294, terus mangkal sebentar di Terminal Ubung sekitar 2 jam’an, baru bablas ke Surabaya.

 
TIKET BUS LORENA
Lho kok pakai bus? Katanya naik pesawat? Inginnya sih pakai pesawat, kalau ngga Citylink ya AirAsia. Minus Lion Air karena harganya lebih mahal ketimbang dua maskapai penerbangan itu. Berhubung jarak tempuh Sanur – Airport Ngurah Rai cukup jauh dan lagi tidak ada yang bisa mengantar saya ke sana, jadi saya putuskan naik bus saja yang gampang dijangkau, ngga ribet. Hanya butuh waktu 5 menit lho dari kost ke kantor ESL Sanur. Kenapa harus LORENA? Kenapa tidak pilih Pahala Kencana atau Kramat Djati? Ohh.. tidak bisaa, kebetulan saya punya history ikatan batin dengan perusahaan otobus warna hijau daun itu, dulunya saya bekerja di sana, lebih tepatnya di ESL Cargo and Logistic, ha3ha #modus.

Mendekati waktu keberangkatan, yakni pk.05.00 wita, saya berpamitan dengan mengecup mesra kening Ruth sambil berujar, “Hati-hati ya, jaga diri baik-baik, doakan semua lancar, mudah-mudahan pekerjaan ini jodoh.” tak lupa pula saat menginjakkan kaki di pijakan bus, saya juga berdoa di dalam hati dan membaca basmallah. Tak lama kemudian, bus yang saya tumpangi mulai berjalan perlahan meninggalkan kantor ESL Sanur di Jalan By Pass Ngurah Rai.

Melewati kawasan Sanur – Tohpati – Gatot Subroto, bus melaju tenang dan santai. Salah seorang crew lantas memutar video pewayangan yang dibawakan seorang dalang diiringi nyanyian khas sinden ber-makeup tebal berbadan gendut. Saya sendiri heran, kenapa setiap kali melakukan perjalanan via bus pasti yang diputar lagu-lagu macam Ebiet G Ade, dangdut koplo dengan goyangan pinggul yang aduhai menggoda, sekarang baru lagi, menayangkan video pewayangan yang jelas-jelas saya tidak tau mereka itu sebenarnya lagi ngomongin apa. Di tengah perjalanan singkat menuju Terminal Ubung itu, tiba-tiba seorang crew memulai pembicaraan dengan crew lain, saya memilih jadi pendengar setia saja. “Sampean ‘gak salah ‘ta, Mbah? Jaran iku gak rolas ‘ta? Aku nduwe lho buku panduan e nang omah lho, Mbah. Feeling ku iki ketok’an e tembus, Mbah. Soal e mang bengi aku diparani kewan, lha kewan iku koyok isok ngomong nang aku,” ucapnya berapi-api penuh keseriusan tingkat tinggi dengan bahasa jawanya yang kental. Saya terkekeh melihat mimik wajah crew itu. “Oalah.. ngomongin nomor buntut (togel) serius amat tampangnya? Ngotot banget gitu lho. Segala hewan sampai dikasih nomor urut, kok bisa ya pegiat togel berpikir segitu detailnya? Siapa toh yang kasih nomor urut kayak gitu?” tanya saya dalam hati, sampai pada akhirnya bus tiba di Terminal Ubung.

Setelah memarkirkan bus pada tempatnya, awak bus langsung menuju warung makan untuk sarapan pagi. Saya diajak ikut serta (sarapan), tapi saya lebih memilih duduk di bangku keberangkatan penumpang.
 
SUASANA TERMINAL UBUNG
Sekarang giliran penjual tiket pada sibuk. “Lorena... Lorena... Lorena...” seru penjual tiket lantang sekaligus aktif mondar-mandir menghampiri dan menanyakan setiap calon penumpang di sana, “Ibu/Bapak tujuannya mau ke mana? Ada Lorena, tempat duduknya masih ada yang kosong, keburu diisi orang lain lho” tanya penjual tiket ramah sekalian berpromosi. Jika calon penumpang tampak ragu, mereka (penjual tiket) juga bisa diajak negoisasi.
 
STAFF LORENA
Tidak hanya penjual tiket saja yang sibuk ke sana ke mari cari penumpang, petugas lapangan juga tak kalah hebohnya. Berbagai dokumen penting perjalanan berada di tangan kiri mereka seperti form seri tiket, passenger manifest, adminstrasi, cap stempel sana-sini dan lain sebagainya. Dokumen sebanyak itu harus selesai saat itu juga untuk dititipkan kepada kernet kemudian dari kernet disetorkan ke pusat sebagai arsip data.
 
BUS KRAMAT DJATI
BUS PAHALA KENCANA
Selama duduk di bangku keberangkatan penumpang, saya memperhatikan beragam aktivitas di sana. Ada penjaja koran, ada orang tertidur pulas dengan posisi badan meringkuk kedinginan di bangku, ada beberapa petugas dari Dinas Perhubungan (DISHUB) terlihat asik berdiskusi sesama rekan kerja, ada yang melamun seperti meratapi nasib, ada ibu sedang menggendong anaknya, wah pokoknya macam-macam. Ekspresi wajah mereka juga bermacam-macam, ada yang senang gembira, sedih, galau, serius, sampai yang ngga begitu jelas ekspresinya. Nah lho, bingung ngga tuh? Proses observasi saya tentu tidak lepas dari beberapa batang rokok merk Dunhill dan termos berisikan kopi yang dituang sedikit demi sedikit ke dalam cangkir penutupnya.
 
KANTOR OPERASIONAL TERMINAL UBUNG
Ada yang menarik perhatian saya, yaitu kaca kantor operasional terminal. Di kaca itu, terpampang jelas logo satu batang rokok dicoret disertai tulisan “Kawasan Tanpa Rokok” lantas di bawahnya juga ditempel tulisan “Dilarang Buang Sampah Sembarangan”. Mengacu tulisan itu, saya cross check langsung, ngefek ngga sih tulisan itu? Ternyata di pinggir-pinggir teras ruang tunggu masih banyak tuh bekas puntung rokok berserakan. Bahkan saya melihat sendiri sampai ada seorang penumpang meludah sembarangan di dalam ruang tunggu, tidak merasa bersalah pula! Hebat betul orang itu.
 
PUNTUNG ROKOK BANYAK BERSERAKAN
Namanya juga terminal bus yang notabene dijejali masyarakat kalangan menengah ke bawah, ya susahlah menjaga kebersihan. Kalaupun ingin diterapkan aturan seperti yang terpampang pada kaca ruang operasional, harus siap tenaga lebih untuk menertibkan para pelaku atau penggiat di kawasan terminal. Lha wong petugasnya saja merokok.

Menjelang pk.07.00 wita, terdengar suara informasi dari petugas terminal.melalui pengeras suara, “Perhatian... Perhatian... ditujukan kepada seluruh penumpang Bus Lorena tujuan Jakarta – Bogor, harap segera masuk ke dalam Bus karena sebentar lagi akan diberangkatkan”. Sebelum masuk ke dalam, saya menyempatkan diri berjabat tangan dengan para karyawan Lorena, mulai dari Pak Antok selaku Kepala Cabang, Pak Suhaemi, Pak Ali dan terakhir Mas Andika. Lima menit kemudian, bus mulai bergerak mundur keluar dari tempat parkir, saya melambaikan tangan ke arah rekan-rekan karyawan Lorena dan bus yang saya tumpangi itu pun mulai melaju meninggalkan Terminal Ubung, melanjutkan perjalanan panjang menuju tujuan akhir, Bogor.

Di dalam bus, beberapa penumpang tampak duduk manis di kursinya masing-masing. Saya duduk di kursi 2C, deretan kursi ke-dua dari depan sebelah kanan pinggir jalan. Sekitar 30 menit perjalanan, seorang wanita gemuk paruh baya duduk di depan saya mulai muntah karena mabuk. Muntahnya ngga nanggung-nanggung lagi, persis di sebelah kanan sopir! Walau pun ia sudah menampungnya ke dalam kantong plastik, tetap saja aksi wanita itu mengagetkan sang sopir. “Waduuhhhh,” pekik supir pelan sambil sedikit menoleh ke arah wanita itu lantas kembali konsentrasi ke depan. Kok ya untung, sang sopir hanya kaget lalu menoleh tidak sampai kaget lantas refleks berdiri dari tempat duduknya, saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya nanti.

30 menit kemudian, lagi-lagi wanita gemuk itu berulah. Setelah muntah, sekarang nangis sesenggukan lewat ponsel yang digenggam di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang sebuah jaket menutupi seluruh mukanya. “Ojok lho Mas... aku ora gelem koyok ngunu. Aku gak ngerti ya opo terusan...,” beberapa potong kalimat tidak seberapa jelas terdengar oleh kuping saya. Entah apakah wanita ini adalah wanita simpanan atau bagaimana, peduli setan!

Sekitar pk.09.00 wita, bus memasuki areal hutan dengan jalan sempit berliku-liku. Sampailah saya di Jalan Denpasar – Gilimanuk atau lebih dikenal dengan julukan “Jalur Tengkorak” karena saking banyaknya memakan korban jiwa di sepanjang jalan ini. Bus mulai menurunkan kecepatan disusul kemudian merayap perlahan. “Wah.. macet, nih” ujar saya dalam hati. Beberapa papan proyek bertuliskan “Ada Perbaikan Jembatan” tampak menghiasi dibeberapa titik.
 
DENPASAR - GILIMANUK "JALUR TENGKORAK"
Bukan pengerjaan perbaikan jembatan yang pertama kali saya lihat, melainkan sebuah truck bermuatan berat ‘nangkring’ tepat di jalur arah Gilimanuk – Denpasar. Sang sopir truck berbadan super jumbo itu hanya bisa duduk lemas di atas sebuah bongkahan batu yang diambilnya di pinggir jalan. Saking pasrahnya, mungkin ia tidak sadar bahwa celana yang dikenakannya setengah melorot sampai-sampai belahan pantatnya (silit, bahasa jawa) terlihat jelas!

Selain tingkat kecelakaan lalu lintas cukup tinggi, di sini juga sering terjadi truck bermasalah. Mulai dari rusak, mogok, terguling, sampai ngga kuat nanjak karena kelebihan beban muatan. Anehnya, sudah tau medan jalan berat kok ya masih berani angkut beban berat? Lucu toh?

Kira-kira satu atau dua kilo dari soping super jumbo, barulah saya melihat adanya pengerjaan proyek perbaikan jembatan. Pada saat itu, arus kendaraan dari arah Denpasar menuju Gilimanuk sih tidak mengalami kemacetan berarti, namun, tidak demikian dengan arah sebaliknya yang tampak mengular panjang.

Selepas perbaikan jembatan, antrian kendaraan masih terus tampak. Lima menit jalan, sepuluh menit jalan, lima belas menit jalan, antriannya belum juga putus-putus. Wihhh.. antrian kendaraannya sudah berapa kilo meter nih?

Ternyata tidak hanya satu truck saja yang bermasalah (sopir super jumbo), menurut pantauan dan perhitungan saya, setidaknya ada 3 sampai 4 truck besar yang terkapar di sepanjang jalur itu! “Terima kasih ya Allah, sudah memudahkan perjalanan hamba mu ini,” doa saya dalam hati. Kurang lebih sekitar jam 11.00 wita, bus mulai memasuki kapal penyebrangan Gilimanuk – Ketapang.
 
DERMAGA GILIMANUK
KAPAL FERRY
DERMAGA KETAPANG

Setiap kali berada di kapal penyebrangan di siang hari, kemudian melihat ke arah dasar laut dekat dermaga, jujur, saya selalu tergiur dan berkeinginan untuk terjun bebas ke air laut. Bagaimana tidak tergiur, air laut itu terlihat begitu jernih dan indah. Adakalanya saya merasa iri dengan penduduk sekitar. “Andaikan saya penduduk sini, pasti tiap hari saya berenang,” curhat saya di dalam hati. Apalah daya, saya hanya bisa memandang kosong sambil menikmati pemandangan kapal-kapal penyebrangan bermanuver di atas air laut.
 
RUMAH MAKAN SITUBONDO
Memasuki pos kontrol Lorena Probolinggo di sore hari, hujan turun sangat deras. Ada kali ya sebesar kacang tanah. Hujan selebat itu, pastinya mempengaruhi kecepatan dan gerakan manuver Bus menjadi kurang mantap. Otomatis perkiraan kedatangan saya di Surabaya, meleset. Yo wes lah.. alon-alon asal kelakon.
 
MACET PARAH DI BANGIL
Tampaknya alam sedang kurang bersahabat, lepas dari Probolinggo hujan masih juga turun dengan derasnya. Puncak-puncaknya ketika Bus berada di daerah Bangil. Selama kurang lebih 3 jam, arus lalu lintas mengarah ke Pasuruan macet total tidak bergerak sama sekali. Menurut informasi yang dihimpun stasiun radio Suara Surabaya, kemacetan parah itu disebabkan adanya banjir hebat, sampai-sampai menenggelamkan salah satu areal makam kuburan didekat jembatan kecil hingga terlihat seperti sungai. Badan saya pada waktu itu mulai terasa mual, kepala juga mulai pening. Gara-garanya bukan karena macet, tapi karena tubuh saya memerlukan asupan kafein alias kopi hitam pekat! Saya bisa saja meninggalkan bus sebentar, mlipir beli kopi seduh di warung. Tapi masalahnya, uang di dompet besar-besar. Masa iya beli kopi seharga Rp.2.000 dibayar dengan uang seratus ribuan? Terpaksa puasa kafein, deh.

Lepas dari kemacetan parah di Bangil, arus lalu lintas berjalan normal. Begitu Bus memasuki Tol Gempol, sang sopir langsung tancap gas sekaligus bermanuver keren! Saya langsung mengabarkan kedua orang tua via ponsel bahwa saya sudah masuk Tol dan request dibawakan kopi hitam! Ha3Ha. Tepat pk.22.30 wib, akhirnya sampai juga di tempat tujuan, turun didekat pintu Tol Tandes Barat, dari sana kemudian naik mobil bersama kedua orang tua menuju rumah. Welcome To Home Sweet Home...

Tidak ada komentar :

Posting Komentar