Kamis, 28 November 2013

MINIMARKET DAN UANG RECEH


Seberapa sering sobat berbelanja di minimarket sejenis alfamidi, alfamart, indomart, dsb? Pernah ngga sewaktu sobat beli barang terus kembaliannya berupa permen? Sekali dua kali ngga masalah lah, tapi kalau keseringan risih ngga sih? Atau mungkin sobat pernah punya pengalaman tidak menyenangkan soal kembalian permen? Kemarin lusa, saya berkunjung ke salah satu gerai minimarket tersebut dan saya kaget melihat tulisan pada foto di atas. Mungkinkah karena mereka terlalu sering diomelin orang lantas cari “aman” dengan memasang tulisan itu? Sekarang pertanyaannya, sumbangan untuk bangun jembatan di pelosok desa itu desa yang nama? Alamatnya di mana? Bagaimana cara pihak manajemen membedakan mana uang donasi dengan mana uang keuntungan? Jangan-jangan hanya modus belaka, keuntungan plus donasi malah masuk kantong. Siapa tahu?


Kehadiran minimarket seperti alfamidi, alfamart, indomart, dsb di tengah masyarakat baik itu perkotaan maupun pedesaan telah banyak membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah tangga, entah itu mie instan, gula, telur, susu, rokok, dst. Lokasi yang strategis, harga bersaing dengan toko-toko lain, belum lagi pembeli disuguhi ruangan nyaman dan sejuk menjadikan nilai tambah di hati masyarakat. Bahkan tak jarang mereka tetap setia memberikan pelayanan 24 jam non stop tujuh hari dalam satu minggu.

Tidak hanya sobat saja yang doyan berkunjung ke sana, saya juga sering. Dalam satu minggu mungkin ada kali ya 5 sampai 6 kali. Berarti bisa dikatakan hampir tiap hari saya berbelanja di sana.

Seiring waktu berjalan, kepuasan saya terhadap kualitas pelayanan mereka tampaknya mulai menurun. Bagaimana tidak, setiap saya membeli produk yang mereka jual, sering kali saya terima kembalian dalam bentuk permen. “Maaf Pak, uang recehnya habis. Saya gantikan dengan permen ya?” ucap kasir sambil menyodorkan beberapa macam rasa. Satu kali ngga ada masalah, dua kali tidak jadi soal, tiga kali ya sudahlah, empat kali itung-itung amal, begitu seterusnya. Kejadian itu tidak hanya terjadi di satu gerai saja, bisa saya katakan hampir disetiap gerai juga seperti itu. Bahkan saya sampai pernah dikasih satu buah kue wafer, seharusnya saya terima kembalian sebesar kurang lebih 800 perak. Lama kelamaan risih juga ya? “Saya ngga butuh permen,” gumam saya kesal di dalam hati.

Sampai pada akhirnya, kesabaran saya habis hanya karena uang receh tak lebih dari delapan ratus perak! Ceritanya waktu itu saya beli beberapa mie instan, satu bungkus rokok dan minuman dingin mizone. Sampai di kasir, saya kurang empat ratus perak. “Yah.. Mba, uang saya kurang empat ratus perak nih, gimana dong?” ujar saya sambil memelas. “Waduh.. Maaf Pak, kalau kurang bagaimana ya?” kata si kasir sembari garuk-garuk kepala salah tingkah, ketombean kali ya?. “Jadi, saya ngga bisa beli nih? Cuma karena empat ratus perak, pembelian saya di tolak? Terus kemaren-kemaren setiap saya beli barang di sini di kasih permen, saya ngga ada masalah tuh! Saya terima aja, padahal permen itu langsung saya buang ke tong sampah! Trus sekarang Mbak cari perkara sama saya?” nada saya meninggi. “Ya udah kalau gitu, cancel semua barang-barangnya!” saya lantas ngeloyor pergi tanpa basa-basi lagi.

Beberapa minggu kemudian, saya kembali ke gerai yang sama. Membeli odol dan sabun, ketika itu kasirnya beda dari sebelumnya. Begitu sampai kasir, “Maaf Pak, uang recehnya habis. Saya kasih permen ya?” wah ini pegawai cari perkara dengan orang yang salah. “Mas.. kemaren-kemaren pembelian saya di tolak gara-gara empat ratus perak, sekarang saya mau kembaliannya uang! Nanti kalau saya ke sini lagi trus kurang berapa perak aja dipermasalahkan. Mas mau cari perkara sama saya atau gimana nih ceritanya?” damprat saya. Mendengar perkataan saya, pegawai itu kemudian jongkok sebentar, lantas mengeluarkan beberapa uang receh dan memasukkannya ke dalam mesin kasir. “Lha itu ada banyak gitu lho!” tegur saya bernada tinggi. “Maaf Pak, uangnya belum sempat di keluarkan sama pegawai shift sebelumnya,” ekspresi wajah pegawai itu memelas.


Aduh ampun deh kelakuannya, jangan begitu lah sama pembeli. Kalau kehabisan uang receh ya usaha dong, cari pengemis kek, cari pengamen kek, ke sebelah toko-toko atau pedagang lain, ke bank untuk tukar uang receh kan bisa toh? Jangan hanya diam terus pasrah tanpa usaha, masa iya uang receh bakal datang dengan sendirinya? Semoga, ke depannya jangan sampai terulang, oke? Artikel saya ini hanya sekedar masukan untuk membangun kualitas yang lebih baik, direspon ya syukur, ngga digubris ya terserah...

Tidak ada komentar :

Posting Komentar