![]() |
Buku Perjalanan Seorang Wartawan Perang |
Judul: Perjalanan Seorang Wartawan Perang
Penulis: Hendro Subroto
ISBN: 9794165808
Tebal: 428 Halaman
Penerbit: Pustaka Sinar Harapan
Dua atau
tiga bulan yang lalu, saya iseng mengunjungi perpustakaan umum
provinsi Bali di Jln.Teuku Umar, Denpasar. Di antara puluhan rak
berderet, saya menemukan satu rak khusus berisi kumpulan buku
tokoh-tokoh jurnalistik, salah satunya karangan Hendro Subroto(alm)
berjudul “Perjalanan
Seorang Wartawan Perang”.
Ketika mengambil keluar dari tempatnya, saya sempat ragu, “kira-kira
selesai ngga
nih baca buku setebal ini?”. Maklum, selain judulnya yang seram,
tebal bukunya juga bikin nyali ciut, yakni 428 halaman. Namun setelah
membaca lembar demi lembar, eh kok seru ya? Berhubung buku ini tidak
bisa saya bawa pulang dan membacanya di rumah -karena untuk jadi
anggota WAJIB
berKTP Bali-, mau tidak mau, tiap hari saya harus rela nongkrong
di perpus menghabiskan sebagian besar waktu demi menuntaskan bacaan
sampai halaman terakhir.
Hendro
Subroto seorang wartawan TVRI dalam bukunya mengisahkan dua belas
kisah perjalanan dalam memburu berita di medan perang, yaitu perang
Kamboja, perang Vietnam, Kahar Muzakkar tertembak mati, surat
terakhir Dr. Surono Rachmat, penumpasan pemberontakkan G30S/PKI,
penumpasan gerombolan PGRS, penumpasan pemberontakkan di daerah
kepala burung -Papua-, perintah operasi 009: zaman batu di abad XX,
Timor Timur, perang teluk, F-28B Dragon
One
memecahkan kecepatan suara dan terakhir operasi Rainbow.
![]() |
Perjalanan Seorang Wartawan Perang Sisi Belakang |
Kepiawaian Hendro Subroto
dalam menyusun kalimat patut diacungi jempol. Ia menulis kedua belas
kisahnya secara terperinci. Kosakata yang digunakannya pun sederhana
dan tidak membingungkan pembaca. Saya sampai terbawa suasana, bisa
merasakan ketegangan di medan perang, bagaimana kejamnya para
pemberontak membunuh sipil dan militer, suara riuh mobilisasi
kendaraan tempur lapis baja, desing peluru yang melesat nyaris
merobek kulit, suara gemuruh artileri menghujam sasaran dan lain
sebagainya.
Salah
satu kisah favorit saya adalah “OV-10 Menyerang Muara Dilor” di
halaman 313. Pada bagian ini, nama panggilan -call
sign-
jet tempur saat melangsungkan serangan udara, masing-masing diberi
nama kampret satu, dua dan tiga. Sedangkan pesawat pembom serbu B-26
invader
diberi julukan kalong.
Saya pikir kata-kata kampret dan kalong itu hanya dipakai guyonan
Warkop DKI saja. Ternyata di dunia penerbangan juga memakainya toh,
hehehe.
Kurang dari dua minggu,
akhirnya saya berhasil menamatkan buku ini dengan perasaan puas.
Mungkin ada yang belum membacanya dan tertarik dengan dunia
jurnalistik? Buku ini bisa jadi bacaan menarik sekaligus menegangkan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar