Sabtu, 12 September 2015

Bukan Jodohnya

Hari ini saya daftar GoJek, Jumat (11/9). Namun sayang saya tidak lolos. Perasaan kecewa pastilah ada. Tapi ya sudahlah. Mungkin rezeki saya tidak di sana.



Suasana Kantor GoJek Bali Waterbom dipenuhi pendaftar dan yang mengikuti pelatihan SOP, Jumat (11/6) siang.
Segala syarat kelengkapan dokumen sudah saya bawa semua. Mulai dari fotokopi KTP, KK, SIM, STNK, surat keterangan domisili, ijazah asli sebagai jaminan dan materai enam ribu rupiah selembar.

Setelah menunggu nyaris dua jam, nama saya dipanggil. Satu persatu dokumen diteliti oleh staf pendaftaran.

Menariknya, sewaktu dia memeriksa dokumen, ijazah saya seperti disenter dengan alat khusus untuk mengetahui keasliannya. Saya baru tau kalau ada alat semacam itu. Keren juga.

Masalah baru timbul ketika dia mengecek lembar fotokopi STNK motor. Pajaknya mati.

Sambil meminta maaf, dia bilang saya tidak bisa melanjutkan ke tahap selanjutnya kalau STNK belum diurus. Dia beri tenggat waktu satu minggu.

Lha bagaimana saya bisa urus cepat ? Saya tidak punya uang sebanyak itu. Apalagi prosesnya memakan waktu cukup lama (motor saya berplat Bandung dan saya tinggal di Bali).

Dia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan bertanya kepada atasannya. Tetap tidak bisa.

Staf wanita itu kembali meminta maaf.

Ya sudah kalau begitu, tak apa. Mungkin saya tidak berjodoh dengan GoJek, pikir saya waktu itu.

Dia mengembalikan seluruh dokumen saya kecuali formulir pendaftaran yang telah saya isi lengkap sebelumnya.

Saya minta formulir itu balik tapi tidak dikasih. Katanya harus ditinggal di kantor. Saya protes, kenapa tidak boleh diambil ? Saya tidak jadi daftar kenapa formulirnya tetap ditahan ?

Saya ngotot bukan tanpa sebab. Hanya mencegah segala kemungkinan terburuk. Bisa saja formulir itu disalahgunakan oknum tak bertanggung-jawab. Siapa tahu.

Di formulir itu ada semua data-data penting sekaligus pribadi yang tidak boleh diketahui sembarang orang. Ada data nomor SIM, KTP, STNK, daftar telepon keluarga, atasan dan lain sebagainya.

Bagi orang yang paham dan mengerti resikonya pasti minta balik. Makanya itu saya ngotot.

Setelah melalui perdebatan cukup alot, saya diperbolehkan menyobek formulir itu.

Saya sobek di depan orang banyak sampai-sampai beberapa orang menoleh ke arah saya dengan pandangan terheran-heran.

"Kenapa Mas ?" tanya orang yang duduk di sebelah saya. "Gapapa," jawab saya datar sambil terus menyobek hingga potongan terkecil.

Baik saya dan staf itu saling meminta maaf. Saya minta maaf karena sudah membuang waktu dia percuma, dia minta maaf karena saya tidak bisa gabung GoJek.

Saya kemudian pamit meninggalkan kantor GoJek.

Tidak Hanya Sekali atau Dua Kali


Dalam perjalanan pulang, saya terus berpikir, kenapa ya saya tidak jodoh dengan GoJek ?

Barulah saya ingat, halangan macam ini sudah terjadi berulang kali. Bahkan jauh-jauh hari sebelum GoJek sepopuler sekarang.

Dulu, pertama kali tertarik waktu ketemu salah seorang rider di jalan Raya Puputan, Renon, Denpasar. Pada waktu itu saya masih bingung, ini armada apaan? Kok warna ijo-ijo ada tulisan jek-jek nya.

Saya searching di internet. Pada salah satu halaman milik pemerintah kota Denpasar tertulis dibutuhkan rider ojek area Bali sebanyak-banyaknya. Di sana juga tertera contact person-nya. Mulai dari nama, nomor telepon sampai pin bb.

Saya lantas pelajari lebih lanjut di website resmi GoJek. Setelah paham, saya lalu menghubungi contact person tadi.

Komunikasi sempat terjalin tapi akhirnya putus di tengah jalan. Rider itu tiap kali diajak ketemu selalu sibuk.

Seiring waktu berjalan, GoJek kian mengibarkan benderanya. Di Bali pun demikian.

Suatu ketika saya bertemu dengan rider lain di daerah Monang-Maning. Saya sempat berbincang singkat dengannya. Ia bilang persyaratannya cukup gampang. Salah satunya menyerahkan Kipem. Waduh, saya tidak punya kelengkapan itu. Untuk kedua kalinya saya urungkan niatan gabung dengan GoJek.

Kali ketiga saya kembali tertarik. Tapi entah kenapa saya tak kunjung pergi ke kantornya. Tiap kali mau ke sana bawaannya selalu malas.

Lagi-lagi saya mengurungkan niat.

Percobaan keempat saya sudah bertekad bulat daftar. Pemicunya karena ada salah seorang rekan kerja yang sudah jadi anggota. Lumayan ada temannya buat diajak sharing, pikir saya.

Lagi-lagi masalah timbul. Ijazah saya ada di Bandung. Walhasil rencana yang harusnya beberapa minggu lalu jadi mundur.

Tidak hanya itu. Kedua orangtua saya juga tidak setuju saya ikut GoJek. Saya tidak direstui.

Namanya juga saya, ingin mendapatkan penghasilan tambahan, dengan segala bujuk rayu akhirnya ijazah itu dikirim.

Puncak-puncaknya ya hari ini. Saya gagal masuk GoJek.

Barulah saya sadar kalau saya memang tidak jodoh dengan GoJek.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar