Sabtu, 29 Agustus 2015

Kenapa Bapak Jahat Sekali ?!!

Manusia dianugerahi perasaan belas kasih oleh Tuhan untuk saling menyayangi. Tidak hanya sesama manusia saja melainkan juga seluruh makhluk hidup alam semesta.

Sabtu pagi (29/8) saya menyaksikan peristiwa menyedihkan. Perasaan kasihan, sedih dan amarah bercampur jadi satu. Saya gak habis pikir, kok ada ya orang setega itu?

Pagi itu saya sedang melintas di jalan Tukad Yeh Aya IX, Denpasar untuk membeli air minum di toko langganan. Di sepanjang jalan itu juga terdapat kali yang lumayan lebar dengan kedalaman kurang lebih se-dada orang dewasa.

Kali itu tidak dialiri air tiap hari. Ada petugas khusus yang buka-tutup gerbang. Tapi pada saat itu air sedang mengalir amat deras.

Tiba-tiba mata saya menangkap sesuatu yang sedang berenang di permukaan air.

“Ah, apakah kucing ?! Sungguh kasihan !” jerit batin saya. Saya langsung putar balik kendaraan, berniat menyelamatkannya.

Ternyata bukan kucing yang tercebur melainkan seekor anjing Bali yang masih berusia muda (kelihatan dari ukuran badannya). Anjing itu, saya lihat, telah berhasil mengangkat tubuhnya ke tumpukan sampah dekat dinding pembatas.

Tak jauh dari sana ada seorang pria tua (mungkin usianya 50th lebih) sedang berjalan santai di bantaran kali sambil membawa tongkat yang pada bagian ujungnya terdapat kaitan besi.

Pria itu sudah tak asing lagi karena saya sering bertemu. Biasanya dia membantu melancarkan aliran air dengan tongkatnya jika ada benda atau sampah yang menghalangi.

Saya pikir, untung ada bapak itu. Setidaknya ada orang yang membantu saya mengangkat anjing nahas tersebut.

Namun, belum juga saya turun dari motor, saya lihat bapak itu mengayunkan tongkatnya ke arah anjing yang gemetaran setengah mati itu dan didorongnya hingga jatuh kembali ke dalam air.

“Bangsat !” pekik saya dalam hati. Bukannya ditolong malah dicelakai !

“Kok malah didorong sih Pak ?!!!” protes saya setengah berteriak.

Saya lihat ekspresi mukanya seperti tidak merasa bersalah atau berdosa tuh ! Biasa aja. Dia malah melengos pergi meninggalkan saya.

Percuma meladeni orang macam itu. Yang penting sekarang bagaimana caranya saya menyelamatkan anjing itu.

Saya lihat tubuhnya timbul-tenggelam. Keempat kakinya terus menendang-nendang di dasar air sekuat tenaga berusaha menyelamatkan diri.

Untuk beberapa saat saya tidak lagi melihatnya berenang. Lenyap di tengah arus deras kali. Saya panik. Kemana dia ? Kemana ?!

“Mas, itu anjingnya, Mas. Mas-nya lagi cari anjing?,” tanya bapak itu sambil menunjuk ke suatu arah dari tempatnya berdiri.

“Cari anjing NDASMU kuwi (cari anjing kepalamu itu, bahasa Jawa) !!” umpat saya dalam hati.

Syukur lah. Anjing itu berhasil bertahan. Dia sedang bertumpu pada dinding kali.

Diluar dugaan, bapak itu mengayunkan tongkatnya ke anjing itu kemudian mengaitkan kepalanya untuk memudahkan saya mengambilnya.

Saya berlutut lalu meraih tubuh anjing dan mengangkatnya ke bantaran kali. Sungguh kasihan anjing itu. Wajahnya pucat pasi seperti sudah pasrah. Dari mulutnya keluar lendir. Pasti karena efek banyak kemasukan air.

Saya lantas mengelus kepalanya berusaha menenangkannya. Ssssshhhh ... Sssshhhh ... Kamu sudah selamat, nak” kata saya dalam hati.

Walau kami tidak dapat berkomunikasi, tapi dari bahasa tubuh, saya yakin dia pasti mengerti apa isi hati saya.


Sorot mata anjing itu begitu pilu. Dia menatap saya lekat-lekat seperti bilang, “Makasih sudah menyelamatkan saya ... makasih ... makasih”.

Ditatap seperti itu, jelas lah hati saya jadi terharu.



Merasa sudah cukup aman dan bapak itu juga sudah pergi, saya pun meninggalkan anjing itu di pinggir bantaran kali. Di lehernya terlihat ada kalung berwarna merah. Saya tak berani membayangkan bagaimana reaksi pemilik jika ia tau apa yang baru saja menimpa anjingnya.

Setau saya, umat Hindu percaya dengan hukum karma. Saya pun percaya akan hal itu. Biarlah di masa sekarang anjing tadi tidak bisa berbuat banyak ataupun melawan. Tapi di dunia selanjutnya, siapa yang tahu ?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar