Belajar Menulis Artikel Dengan Cepat (ilustrasi google) |
Di zaman serba canggih
dan cepat seperti sekarang ini, rasanya mustahil jika kita masih berpegang
teguh pada pola kebiasaan lama. Trend
saat ini sudah seperti hukum rimba saja, “Siapa cepat dia dapat.” Rasanya kalimat
itu tidak berlebihan dan memang benar adanya.
Contoh sederhana nya
saja, dahulu kala, mereka yang berkecimpung di dunia jurnalistik atau media
surat kabar, seorang wartawan ‘biasanya’ menunggu sampai kantor redaksi dulu,
baru menuliskan berita yang diliputnya. Sekarang? Wajib hukumnya setiap
wartawan atau jurnalis memiliki perangkat sekelas smartphone seperti BlackBerry
(BB). Artikel berita langsung ditulis di tempat kejadian, ngga ada lagi
istilahnya “ke kantor dulu”. Belum lagi gangguan disaat menulis, seperti
suara bising kendaraan, suara pekerja bangunan, lemparan batu berterbangan ke
mana-mana (liputan kerusuhan), suara isak tangis bayi ataupun para ibu rumah
tangga karena rumahnya digusur, dst. Selesai menulis, hasil tulisan segera di
kirim ke alamat email redaksi lalu diproses sedemikian rupa sampai akhirnya ditampilkan
di website. Salah satu dari sekian banyak media di mana pola kerjanya seperti
itu sebut saja detik. Mereka berpacu dengan hitungan detik, bukan menit, bukan
pula jam.
Saya jadi ingat
perkataan Pak Rahardian (HUMAS Media, tempat di mana saya kerja dulu), “Darwin,
mulai dari bapak ngomong sekarang ini, detik ini, darwin harus bisa belajar
menulis satu artikel paling lama sepuluh menit! Bapak tidak peduli seperti apa
hasil tulisan darwin, titik. Bisa? Siap? Sanggup?” Saya mengiyakan ‘tantangan’
itu meski di dalam hati timbul sejuta pertanyaan, “Bagaimana caranya ya?” Berarti,
tidak hanya membaca cepat saja, menulis juga harus cepat.
Bagaimana
cara menulis cepat? Saya sempat
melontarkan pertanyaan itu sih ke Pak Rahardian (nekat, hihihi). Pak Rahardian
berkata, tulis saja apa yang ada di kepala darwin, ngga perlu memikirkan
kata-kata indah hingga terlihat lebay, tulis apa yang darwin lihat dan rasakan.
Awalnya pasti tulisan darwin amburadul
acak kadut, tapi ngga papa, paksa terus, nantikan jadi terbiasa sendiri. Di
timer waktunya, begitu sepuluh menit,
jadi ngga jadi, setor tulisan.
Saya akui, kecepatan saya
menulis artikel masih jauh jauh jauh dari apa yang diharapkan. Banyak waktu
terbuang sia-sia memikirkan rangkaian kata struktur kalimat yang apik sehingga enak
dibaca. Sadar sendiri nih ceritanya, bukan karena menulis lemot terus di pecat,
tidak, tidak begitu ceritanya.
Mungkin sudah kehendak
ALLAH, lagi asik-asiknya belajar menulis cepat, eh.. saya diminta kedua orang
tua untuk ‘bergeser’ ke Bandung. Apa boleh buat, belajar menulis cepatnya dilanjutkan
di tempat kerja yang baru saja. Meski tak lagi berkecimpung di dunia
jurnalistik bukan berarti harus berhenti belajar menulis kan?
Tidak ada komentar :
Posting Komentar