Jumat, 29 November 2013

BELAJAR MENULIS ARTIKEL DENGAN CEPAT

Belajar Menulis Artikel Dengan Cepat (ilustrasi google)

Di zaman serba canggih dan cepat seperti sekarang ini, rasanya mustahil jika kita masih berpegang teguh pada pola kebiasaan lama. Trend saat ini sudah seperti hukum rimba saja, “Siapa cepat dia dapat.” Rasanya kalimat itu tidak berlebihan dan memang benar adanya.

Contoh sederhana nya saja, dahulu kala, mereka yang berkecimpung di dunia jurnalistik atau media surat kabar, seorang wartawan ‘biasanya’ menunggu sampai kantor redaksi dulu, baru menuliskan berita yang diliputnya. Sekarang? Wajib hukumnya setiap wartawan atau jurnalis memiliki perangkat sekelas smartphone seperti BlackBerry (BB). Artikel berita langsung ditulis di tempat kejadian, ngga ada lagi istilahnya “ke kantor dulu”. Belum lagi gangguan disaat menulis, seperti suara bising kendaraan, suara pekerja bangunan, lemparan batu berterbangan ke mana-mana (liputan kerusuhan), suara isak tangis bayi ataupun para ibu rumah tangga karena rumahnya digusur, dst. Selesai menulis, hasil tulisan segera di kirim ke alamat email redaksi lalu diproses sedemikian rupa sampai akhirnya ditampilkan di website. Salah satu dari sekian banyak media di mana pola kerjanya seperti itu sebut saja detik. Mereka berpacu dengan hitungan detik, bukan menit, bukan pula jam.


Saya jadi ingat perkataan Pak Rahardian (HUMAS Media, tempat di mana saya kerja dulu), “Darwin, mulai dari bapak ngomong sekarang ini, detik ini, darwin harus bisa belajar menulis satu artikel paling lama sepuluh menit! Bapak tidak peduli seperti apa hasil tulisan darwin, titik. Bisa? Siap? Sanggup?” Saya mengiyakan ‘tantangan’ itu meski di dalam hati timbul sejuta pertanyaan, “Bagaimana caranya ya?” Berarti, tidak hanya membaca cepat saja, menulis juga harus cepat.

Bagaimana cara menulis cepat? Saya sempat melontarkan pertanyaan itu sih ke Pak Rahardian (nekat, hihihi). Pak Rahardian berkata, tulis saja apa yang ada di kepala darwin, ngga perlu memikirkan kata-kata indah hingga terlihat lebay, tulis apa yang darwin lihat dan rasakan. Awalnya pasti tulisan darwin amburadul acak kadut, tapi ngga papa, paksa terus, nantikan jadi terbiasa sendiri. Di timer waktunya, begitu sepuluh menit, jadi ngga jadi, setor tulisan.

Saya akui, kecepatan saya menulis artikel masih jauh jauh jauh dari apa yang diharapkan. Banyak waktu terbuang sia-sia memikirkan rangkaian kata struktur kalimat yang apik sehingga enak dibaca. Sadar sendiri nih ceritanya, bukan karena menulis lemot terus di pecat, tidak, tidak begitu ceritanya.


Mungkin sudah kehendak ALLAH, lagi asik-asiknya belajar menulis cepat, eh.. saya diminta kedua orang tua untuk ‘bergeser’ ke Bandung. Apa boleh buat, belajar menulis cepatnya dilanjutkan di tempat kerja yang baru saja. Meski tak lagi berkecimpung di dunia jurnalistik bukan berarti harus berhenti belajar menulis kan?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar