|
Stasiun Gubeng Surabaya |
Kamis(28/11). Perjalanan sebelumnya, Denpasar-Bandung, saya tempuh menggunakan Bus Lorena
(baca juga artikelnya: Big Step Day#1). Sayangnya, perjalanan itu berakhir
kurang menyenangkan, kenapa? Selama kurang lebih 3 jam, Bus yang saya tumpangi
digempur kemacetan luar biasa di daerah Bangil gara-gara banjir. Saking derasnya
hujan yang turun, sampai-sampai sebuah pemakaman tergenang hingga menyisakan
papan gapura saja. Habis terendam semua makamnya.
Sekarang, giliran Kereta
Api yang saya jajal, rutenya Surabaya
– Bandung. Bagaimana dan seperti apa perjalanan saya kali ini? Berjalan
mengasikkan atau tidak berbeda jauh dengan perjalanan sebelumnya menggunakan
Bus?
Hari ini saya akan
melanjutkan perjalanan Surabaya – Bandung menggunakan Kereta Api. Pertimbangannya
selain anti macet, sudah lama saya tidak naik gejes gejes tut tuuuut. Mungkin ada, sekitar tiga sampai empat
tahunan. Serunya lagi, saya dengar stasiun Gubeng sudah banyak mengalami
perubahan. Salah satunya diberlakukannya sistem layaknya airport.
|
Barang Bawaan Saya Banyak Juga Ya? |
Pk.06.00wib saya
ditemani kedua orang tua sampai stasiun gubeng dan benar saja, memang banyak
perubahannya. Mulai dari adanya mesin karcis otomatis, tata ruang stasiun yang kian dijejali
gerai-gerai seperti alfamart indomart, Roti O, mesin-mesin ATM, mesin layanan
tiket mandiri, mesin minuman kaleng, dsb.
|
Pintu Masuk Pemeriksaan Tiket |
|
Mesin Layanan Tiket Mandiri |
|
Situasi Stasiun Gubeng Surabaya |
Sesampainya di depan
loket tiket, saya menyerahkan struk booking (baca juga artikelnya: cara belitiket KA via Alfamart sejenisnya) kepada petugas lalu petugas itu menyerahkan
tiket kereta api kepada saya. Ternyata prosesnya sederhana mudah dan cepat. Bagian
ngga enaknya ya kita harus ikut antrian.
|
Tiket Kereta Api Eksekutif Argowilis |
Beberapa menit menjelang
jadwal keberangkatan, saya berpamitan kepada orang tua meminta doa agar dimudahkan
selama bekerja di Subang. “Ma, Pa, Darwin pamit. Doakan semuanya lancar. Amin amin
amin,” ujar saya.
Melewati pintu gerbang
pemeriksaan tiket, di dalam stasiun, saya tidak melihat satupun pedagang
ataupun kios yang berjualan. Benar-benar bersih! Saya pun lantas berpikir,
bagaimana caranya pihak pengelola stasiun menggusur mereka yang notabene sudah puluhan
tahun mengais rezeki di sini?
Saya pun bergegas
memasuki kereta api eksekutif argowilis,
gerbong pertama tempat duduk 7C. Kondisi gerbong terawat bersih dan nyaman. Aroma
wewangian cabin gerbong tercium lagi
setelah sekian lama tidak menciumnya. Menurut indra penciuman saya, baik itu bus,
kereta api, maupun pesawat terbang memiliki aroma wewangian sendiri-sendiri. Pada
waktu itu, saya duduk bersebelahan dengan seorang pria sekitar umur 50’an ke
atas. Saya sendiri heran, sekian banyak naik kereta, rasanya belum pernah tuh bersebelahan
dengan seorang wanita, sekali-kali satu bangku sama cewek cantik nan manis kek!
|
Kereta Api Eksekutif Argowilis |
|
Situasi Di Dalam Kereta Api Argowilis |
Sesuai jadwal
keberangkatan, kereta argowilis bergerak
maju perlahan pada pk.07.30wib. Setelah membaca koran yang disediakan PT.KAI dan
menikmati tempat duduk sejenak, saya kemudian jalan-jalan ke beberapa gerbong
kereta. Biasa, hunting foto-foto untuk dokumentasi. Namun, betapa terkejutnya
saya ketika melihat stiker larangan merokok pada seluruh rangkaian gerbong! Pada
stiker itu, tertera tulisan seperti ini: “Instruksi Direksi PT.Kereta Api
Indonesia (Persero) Nomor 4 / LL-006 / KA – 2012 Tentang Larangan Merokok Di
Atas Kereta Api. Apabila Penumpang
Bersikeras Tetap Merokok Selama Dalam Perjalanan Kereta Api, Akan Diturunkan Di
Stasiun Di Mana Kereta Api Berhenti. Layanan Pengaduan Contact Center 121” Tak kehabisan akal, saya pun menuju ruang
toilet. Maunya saya, kalau nanti pas kepepet, saya mau ngerokok di dalam bilik
kamar mandi saja sembari mendekatkan mulut ke jendela lalu meniup keluar asap
rokok. Namun, sesampainya di dalam kamar mandi, alangkah kagetnya saya begitu
melihat jendela kecil satu-satunya harapan untuk ngerokok, dipaten alias ngga
bisa dibuka sama sekali! Lemaslah dan habislah saya, membayangkan perjalanan panjang
menghabiskan waktu selama kurang lebih 12 jam tanpa pasokan nikotin. Saya
merasa seperti berada di gerbong rangkaian kereta pada zaman perang Nazi, terpenjara.
Merokok ngga boleh, mau makan atau minum harganya selangit, sampai selimut pun
di komersilkan! SUNGGUH TERLALU!
|
Stiker Dilarang Merokok Di Atas Kereta Api |
Di sisi lain, sisi
positifnya, setiap gerbong argowilis,
saya lihat juga mengalami peningkatan khususnya pada kebersihannya. Kalau dulu,
seingat saya, ngga ada wastafel
(tempat cuci tangan), sekarang ada. Lengkap dengan sabun cairnya pula. Kalau dulu,
tempat tissue sering kosong sehingga menyulitkan kaum wanita untuk
bersih-bersih seusai buang air kecil, sekarang tissue-nya selalu ada pada
tempatnya. Tidak hanya itu, petugas cleaning service, sekarang, setiap satu jam
sekali ‘patroli’ memunguti sampah-sampah baik itu botol bekas minuman, plastik
bungkus makanan, dsb. Begitu juga dengan kebersihan toilet, disatroninya tanpa
terkecuali. Soal kebersihan, TOP lah. Kemudian, di setiap gerbong juga dipasang
papan informasi “Customer Service On Train” lengkap dengan foto, nama dan nomor
ponsel yang bisa dihubungi. Di gerbong makan juga disediakan layanan pijat. Bagi
penumpang yang pegal-pegal, bisa langsung ke gerbong makan.
|
Kondisi Toilet |
|
Kondisi Wastafel |
|
Petugas Kebersihan Rutin 'Patroli" Memberihkan Gerbong Kereta |
“Perhatian kepada
seluruh penumpang, sebentar lagi kereta akan sampai di stasiun Madiun,” ujar
petugas melalui speaker pengeras suara. Mendengar kata “Madiun”, kepala saya
langsung teringat nasi pecel! Mau beli sebungkus ah, lumayan ganjal perut. Tau sendiri
kan, betapa GILA-nya harga makanan di atas kereta? Semangkok mie instan aja,
harganya bisa tembus paling tidak Rp.10.000 ke atas!
Biasanya, ketika kereta
berhenti untuk menaikkan penumpang, penjaja nasi pecel suka berteriak tepat di
samping gerbong, “Nasi pecel... nasi pecel... masih anget, masih anget. Nasi
pecellll...” Sekarang kok sunyi senyap? Turunlah saya dari gerbong, mencari
penjaja nasi pecel. Lagi-lagi saya kecewa berat, sepanjang rangkaian gerbong
argowilis, tidak satupun tampak penjual nasi pecel! Setan..!! Kurang dari
sepuluh menit, kereta pun melanjutkan kembali perjalanan.
|
Situasi Stasiun Madiun Steril Dari Penjual Nasi Pecel |
|
Situasi Stasiun Solo Balapan Juga Steril Dari Para Pedagang |
|
Papan Pemberitahuan Larangan Merokok Segede Gaban Di Stasiun Tugu Yogyakarta |
Mendekati Stasiun Solo
Balapan, saya benar-benar tak tahan ingin ngerokok. “Ah.. persetan, ngerokok
aja susahnya setengah mati,” gerutu saya dalam hati. Begitu rangkaian kereta
berhenti, saya langsung turun, mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya,
menyulutnya, menghisapnya lalu menghembuskan asap penuh kemerdekaan. Lucunya,
tidak hanya saya saja yang melakukan hal itu, empat sampai lima orang bapak-bapak
dari berbagai usia juga melakukan aktivitas yang sama, keluar dari gerbong! Komentarnya
pun beragam, salah satunya, “Djiamput.. biasa e isok jebal jebul, saiki soro e
gak ketulungan”. Mendengar komentar itu, asli saya ngakak dalam hati. Meski kejadian
itu hanya berlangsung singkat, tak lebih dari sepuluh menit, akan tetapi jiwa
sosial dan solidaritas kami begitu kental terasa. Kami jadi akrab satu dengan
yang lain. Percaya atau tidak, mulai saat itu, setiap kereta berhenti di
stasiun besar, kelompok para perokok ramai-ramai keluar gerbong. Hahaha.
|
Salah Satu Pemandangan Selama Perjalanan |
Kereta mulai memasuki provinsi
Jawa Barat, saya saat itu sedang berada diantara rangkaian gerbong, berdiri
menyandar, sambil menikmati pemandangan dari balik kaca kereta. Lamunan saya bubar
karena salah seorang cleaning service
ikut nimbrung di sana. Saya memperhatikan cara kerja petugas itu, namun,
alangkah terkejutnya saya begitu melihat dirinya memungut sebungkus keripik
jagung dari dalam kantong plastik sampah berukuran besar warna hitam itu. “Lumayan,
mas,” ujarnya pelan diiringi sebuah senyuman kecil, lantas melipat kemasan itu hingga
sedemikian rupa lalu disimpannya baik-baik. Sebagai mantan jurnalis, perasaan
saya terdorong untuk bertanya-tanya kepada si petugas kebersihan itu. Saya
ungkit kisahnya semasa kecil, perjalanan karir sampai kerja di kereta api,
bagaimana cara kerja pegawai dan manajemen kereta api, bagaimana kondisi istri
anak yang ditinggal selama bekerja, pokoknya semua lah. Mulai dari awal sampai masa
sekarang. Saya memang suka ‘pengen tau’ kisah perjalanan hidup orang, bagi saya
itu menarik. Banyak sisi positif yang bisa saya ambil dan terapkan pada kehidupan
saya di masa mendatang. Lebih bijaksana dalam menyikapi lika liku kehidupan. Seperti
contohnya si petugas itu, bayangkan, dalam satu bulan, ia hanya mengantongi
uang sebesar Rp.200 ribu. Sisanya ia berikan kepada istri dan anak. Dalam kondisi
seperti itu, ia juga bisa mengasuh anak angkat dan menyekolahkan anaknya yang
sekarang ini memasuki bangku kuliah. Hebat sekali bukan? Selain itu, ada satu
kalimat yang saya ambil dari petugas itu. Ia mengatakan, “Orang rantau ngga
boleh boros. Nanti bisa menyusahkan keluarga atau orang tua.” DENG.. kena kalimat
itu, saya langsung gemetar. Saya orangnya memang mudah tersentuh dengan hal-hal
yang mengharukan atau kisah memilukan. Lantas saya berkata kepada dia, “Sabar
Pak. Ngga papa, bapak sekarang kondisinya seperti ini. Tapi, saya yakin suatu
saat, Bapak pasti sukses dan berlimpah rezeki. Amin.. amin.. amin..”
|
Stasiun Kereta Tasikmalaya Jawa Barat |
Tak terasa, sebentar
lagi saya akan tiba di stasiun akhir, stasiun Bandung. Di dalam hati saya
mendoakan bapak itu. Meski ia hanya berprofesi sebagai cleaning service yang kerap dipandang sebelah mata, namun
sebenarnya, ia adalah seorang pahlawan keluarga. Sebelum saya turun dari
gerbong dan berpisah dengannya, saya merangkul Bapak itu. Sukses ya, Pak. Jangan
patah semangat. Bapak pasti mendapatkan rezeki yang berlimpah, amin amin amin.
Saya juga tak lupa
mencatat waktu pemberhentian kereta di stasiun-stasiun besar, berangkat dari
Stasiun Gubeng(07.30), Stasiun Jombang(08.30), Stasiun Madiun(09.40), Stasiun Solo
Balapan(11.00), Stasiun Tugu Yogyakarta(11.55), Stasiun Kroya(14.10), Stasiun Banjar(15.40),
Stasiun Tasikmalaya(16.30), Stasiun Cipendeuy(17.30), terakhir Stasiun Bandung(19.10).
Related Posts : jurnal
Tidak ada komentar :
Posting Komentar