Minggu, 01 Desember 2013

BIG STEP#2 SURABAYA-BANDUNG

Stasiun Gubeng Surabaya
Kamis(28/11). Perjalanan sebelumnya, Denpasar-Bandung, saya tempuh menggunakan Bus Lorena (baca juga artikelnya: Big Step Day#1). Sayangnya, perjalanan itu berakhir kurang menyenangkan, kenapa? Selama kurang lebih 3 jam, Bus yang saya tumpangi digempur kemacetan luar biasa di daerah Bangil gara-gara banjir. Saking derasnya hujan yang turun, sampai-sampai sebuah pemakaman tergenang hingga menyisakan papan gapura saja. Habis terendam semua makamnya.

Sekarang, giliran Kereta Api yang saya jajal, rutenya Surabaya – Bandung. Bagaimana dan seperti apa perjalanan saya kali ini? Berjalan mengasikkan atau tidak berbeda jauh dengan perjalanan sebelumnya menggunakan Bus?

Hari ini saya akan melanjutkan perjalanan Surabaya – Bandung menggunakan Kereta Api. Pertimbangannya selain anti macet, sudah lama saya tidak naik gejes gejes tut tuuuut. Mungkin ada, sekitar tiga sampai empat tahunan. Serunya lagi, saya dengar stasiun Gubeng sudah banyak mengalami perubahan. Salah satunya diberlakukannya sistem layaknya airport.
 
Barang Bawaan Saya Banyak Juga Ya?
Pk.06.00wib saya ditemani kedua orang tua sampai stasiun gubeng dan benar saja, memang banyak perubahannya. Mulai dari adanya mesin karcis otomatis, tata ruang stasiun yang kian dijejali gerai-gerai seperti alfamart indomart, Roti O, mesin-mesin ATM, mesin layanan tiket mandiri, mesin minuman kaleng, dsb.
 
Pintu Masuk Pemeriksaan Tiket
Mesin Layanan Tiket Mandiri
Situasi Stasiun Gubeng Surabaya
Sesampainya di depan loket tiket, saya menyerahkan struk booking (baca juga artikelnya: cara belitiket KA via Alfamart sejenisnya) kepada petugas lalu petugas itu menyerahkan tiket kereta api kepada saya. Ternyata prosesnya sederhana mudah dan cepat. Bagian ngga enaknya ya kita harus ikut antrian.
Tiket Kereta Api Eksekutif Argowilis

Beberapa menit menjelang jadwal keberangkatan, saya berpamitan kepada orang tua meminta doa agar dimudahkan selama bekerja di Subang. “Ma, Pa, Darwin pamit. Doakan semuanya lancar. Amin amin amin,” ujar saya.

Melewati pintu gerbang pemeriksaan tiket, di dalam stasiun, saya tidak melihat satupun pedagang ataupun kios yang berjualan. Benar-benar bersih! Saya pun lantas berpikir, bagaimana caranya pihak pengelola stasiun menggusur mereka yang notabene sudah puluhan tahun mengais rezeki di sini?

Saya pun bergegas memasuki kereta api eksekutif argowilis, gerbong pertama tempat duduk 7C. Kondisi gerbong terawat bersih dan nyaman. Aroma wewangian cabin gerbong tercium lagi setelah sekian lama tidak menciumnya. Menurut indra penciuman saya, baik itu bus, kereta api, maupun pesawat terbang memiliki aroma wewangian sendiri-sendiri. Pada waktu itu, saya duduk bersebelahan dengan seorang pria sekitar umur 50’an ke atas. Saya sendiri heran, sekian banyak naik kereta, rasanya belum pernah tuh bersebelahan dengan seorang wanita, sekali-kali satu bangku sama cewek cantik nan manis kek!

Kereta Api Eksekutif Argowilis
Situasi Di Dalam Kereta Api Argowilis
Sesuai jadwal keberangkatan, kereta argowilis bergerak maju perlahan pada pk.07.30wib. Setelah membaca koran yang disediakan PT.KAI dan menikmati tempat duduk sejenak, saya kemudian jalan-jalan ke beberapa gerbong kereta. Biasa, hunting foto-foto untuk dokumentasi. Namun, betapa terkejutnya saya ketika melihat stiker larangan merokok pada seluruh rangkaian gerbong! Pada stiker itu, tertera tulisan seperti ini: “Instruksi Direksi PT.Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor 4 / LL-006 / KA – 2012 Tentang Larangan Merokok Di Atas Kereta Api. Apabila Penumpang Bersikeras Tetap Merokok Selama Dalam Perjalanan Kereta Api, Akan Diturunkan Di Stasiun Di Mana Kereta Api Berhenti. Layanan Pengaduan Contact Center 121” Tak kehabisan akal, saya pun menuju ruang toilet. Maunya saya, kalau nanti pas kepepet, saya mau ngerokok di dalam bilik kamar mandi saja sembari mendekatkan mulut ke jendela lalu meniup keluar asap rokok. Namun, sesampainya di dalam kamar mandi, alangkah kagetnya saya begitu melihat jendela kecil satu-satunya harapan untuk ngerokok, dipaten alias ngga bisa dibuka sama sekali! Lemaslah dan habislah saya, membayangkan perjalanan panjang menghabiskan waktu selama kurang lebih 12 jam tanpa pasokan nikotin. Saya merasa seperti berada di gerbong rangkaian kereta pada zaman perang Nazi, terpenjara. Merokok ngga boleh, mau makan atau minum harganya selangit, sampai selimut pun di komersilkan! SUNGGUH TERLALU!

Stiker Dilarang Merokok Di Atas Kereta Api
Di sisi lain, sisi positifnya, setiap gerbong argowilis, saya lihat juga mengalami peningkatan khususnya pada kebersihannya. Kalau dulu, seingat saya, ngga ada wastafel (tempat cuci tangan), sekarang ada. Lengkap dengan sabun cairnya pula. Kalau dulu, tempat tissue sering kosong sehingga menyulitkan kaum wanita untuk bersih-bersih seusai buang air kecil, sekarang tissue-nya selalu ada pada tempatnya. Tidak hanya itu, petugas cleaning service, sekarang, setiap satu jam sekali ‘patroli’ memunguti sampah-sampah baik itu botol bekas minuman, plastik bungkus makanan, dsb. Begitu juga dengan kebersihan toilet, disatroninya tanpa terkecuali. Soal kebersihan, TOP lah. Kemudian, di setiap gerbong juga dipasang papan informasi “Customer Service On Train” lengkap dengan foto, nama dan nomor ponsel yang bisa dihubungi. Di gerbong makan juga disediakan layanan pijat. Bagi penumpang yang pegal-pegal, bisa langsung ke gerbong makan.

Kondisi Toilet
Kondisi Wastafel
Petugas Kebersihan Rutin 'Patroli" Memberihkan Gerbong Kereta
“Perhatian kepada seluruh penumpang, sebentar lagi kereta akan sampai di stasiun Madiun,” ujar petugas melalui speaker pengeras suara. Mendengar kata “Madiun”, kepala saya langsung teringat nasi pecel! Mau beli sebungkus ah, lumayan ganjal perut. Tau sendiri kan, betapa GILA-nya harga makanan di atas kereta? Semangkok mie instan aja, harganya bisa tembus paling tidak Rp.10.000 ke atas!

Biasanya, ketika kereta berhenti untuk menaikkan penumpang, penjaja nasi pecel suka berteriak tepat di samping gerbong, “Nasi pecel... nasi pecel... masih anget, masih anget. Nasi pecellll...” Sekarang kok sunyi senyap? Turunlah saya dari gerbong, mencari penjaja nasi pecel. Lagi-lagi saya kecewa berat, sepanjang rangkaian gerbong argowilis, tidak satupun tampak penjual nasi pecel! Setan..!! Kurang dari sepuluh menit, kereta pun melanjutkan kembali perjalanan.

Situasi Stasiun Madiun Steril Dari Penjual Nasi Pecel
Situasi Stasiun Solo Balapan Juga Steril Dari Para Pedagang
Papan Pemberitahuan Larangan Merokok Segede Gaban Di Stasiun Tugu Yogyakarta

Mendekati Stasiun Solo Balapan, saya benar-benar tak tahan ingin ngerokok. “Ah.. persetan, ngerokok aja susahnya setengah mati,” gerutu saya dalam hati. Begitu rangkaian kereta berhenti, saya langsung turun, mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya, menyulutnya, menghisapnya lalu menghembuskan asap penuh kemerdekaan. Lucunya, tidak hanya saya saja yang melakukan hal itu, empat sampai lima orang bapak-bapak dari berbagai usia juga melakukan aktivitas yang sama, keluar dari gerbong! Komentarnya pun beragam, salah satunya, “Djiamput.. biasa e isok jebal jebul, saiki soro e gak ketulungan”. Mendengar komentar itu, asli saya ngakak dalam hati. Meski kejadian itu hanya berlangsung singkat, tak lebih dari sepuluh menit, akan tetapi jiwa sosial dan solidaritas kami begitu kental terasa. Kami jadi akrab satu dengan yang lain. Percaya atau tidak, mulai saat itu, setiap kereta berhenti di stasiun besar, kelompok para perokok ramai-ramai keluar gerbong. Hahaha.

Salah Satu Pemandangan Selama Perjalanan

Kereta mulai memasuki provinsi Jawa Barat, saya saat itu sedang berada diantara rangkaian gerbong, berdiri menyandar, sambil menikmati pemandangan dari balik kaca kereta. Lamunan saya bubar karena salah seorang cleaning service ikut nimbrung di sana. Saya memperhatikan cara kerja petugas itu, namun, alangkah terkejutnya saya begitu melihat dirinya memungut sebungkus keripik jagung dari dalam kantong plastik sampah berukuran besar warna hitam itu. “Lumayan, mas,” ujarnya pelan diiringi sebuah senyuman kecil, lantas melipat kemasan itu hingga sedemikian rupa lalu disimpannya baik-baik. Sebagai mantan jurnalis, perasaan saya terdorong untuk bertanya-tanya kepada si petugas kebersihan itu. Saya ungkit kisahnya semasa kecil, perjalanan karir sampai kerja di kereta api, bagaimana cara kerja pegawai dan manajemen kereta api, bagaimana kondisi istri anak yang ditinggal selama bekerja, pokoknya semua lah. Mulai dari awal sampai masa sekarang. Saya memang suka ‘pengen tau’ kisah perjalanan hidup orang, bagi saya itu menarik. Banyak sisi positif yang bisa saya ambil dan terapkan pada kehidupan saya di masa mendatang. Lebih bijaksana dalam menyikapi lika liku kehidupan. Seperti contohnya si petugas itu, bayangkan, dalam satu bulan, ia hanya mengantongi uang sebesar Rp.200 ribu. Sisanya ia berikan kepada istri dan anak. Dalam kondisi seperti itu, ia juga bisa mengasuh anak angkat dan menyekolahkan anaknya yang sekarang ini memasuki bangku kuliah. Hebat sekali bukan? Selain itu, ada satu kalimat yang saya ambil dari petugas itu. Ia mengatakan, “Orang rantau ngga boleh boros. Nanti bisa menyusahkan keluarga atau orang tua.” DENG.. kena kalimat itu, saya langsung gemetar. Saya orangnya memang mudah tersentuh dengan hal-hal yang mengharukan atau kisah memilukan. Lantas saya berkata kepada dia, “Sabar Pak. Ngga papa, bapak sekarang kondisinya seperti ini. Tapi, saya yakin suatu saat, Bapak pasti sukses dan berlimpah rezeki. Amin.. amin.. amin..”

Stasiun Kereta Tasikmalaya Jawa Barat
Tak terasa, sebentar lagi saya akan tiba di stasiun akhir, stasiun Bandung. Di dalam hati saya mendoakan bapak itu. Meski ia hanya berprofesi sebagai cleaning service yang kerap dipandang sebelah mata, namun sebenarnya, ia adalah seorang pahlawan keluarga. Sebelum saya turun dari gerbong dan berpisah dengannya, saya merangkul Bapak itu. Sukses ya, Pak. Jangan patah semangat. Bapak pasti mendapatkan rezeki yang berlimpah, amin amin amin.

Saya juga tak lupa mencatat waktu pemberhentian kereta di stasiun-stasiun besar, berangkat dari Stasiun Gubeng(07.30), Stasiun Jombang(08.30), Stasiun Madiun(09.40), Stasiun Solo Balapan(11.00), Stasiun Tugu Yogyakarta(11.55), Stasiun Kroya(14.10), Stasiun Banjar(15.40), Stasiun Tasikmalaya(16.30), Stasiun Cipendeuy(17.30), terakhir Stasiun Bandung(19.10).

Tidak ada komentar :

Posting Komentar