“Hari apa sekarang? Sabtu. Eh.. Sabtu ya? Oh.. iya, sih udah
ngga di sana lagi.”
Kamis (21/11)
kemarin, saya resmi resign dari salah
satu media surat kabar di Bali. Selama kurang lebih 3 bulan saya bekerja di
sana, banyak hal yang saya pelajari baik itu ilmu jurnalistik, teknik menyusun tulisan, berhadapan dengan orang
banyak, mengorek informasi dari orang yang belum saya kenal sebelumnya, naik
mobil mewah, makan makanan serba mahal saat menemani narasumber atau event besar
sekelas APEC (Oktober), bertemu dengan Bapak Presiden Republik Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono ketika liputan peresmian jalan tol “Bali Mandara” dan masih
banyak hal lainnya yang ngga mungkin saya sebutkan satu persatu. Bagi saya, dunia jurnalistik adalah dunia yang dinamis
penuh kejutan dan tidak akan pernah sama dengan hari-hari sebelumnya. Sobat
belum pernah merasakan hormon adrenalin seumur hidup? Cobalah terjun ke dunia jurnalistik!
Sekarang balik lagi ke judul, “Paranoid Sabtu Malam
Enyahlah Engkau”. Meski beberapa hari yang lalu saya resmi resign, tidak demikian dengan alam bawah sadar yang sampai sekarang
ini masih mempengaruhi tingkah laku saya setiap hari jumat dan sabtu, selalu
gelisah tegang dan mudah panik! Lho kok bisa begitu? Iya, soalnya jumat dan
sabtu adalah hari di mana semua bahan artikel wajib setor pimpinan untuk segera
di-layout kemudian langsung dicetak minggu
dini harinya.
Begitu hari sabtu datang, paling tidak saya membeli 2 pak
rokok sekaligus dan minimal menghabiskan 8 gelas berisi kopi hitam pahit kental
sebagai persenjataan menghadapi deadline.
Gelas lho ya, bukan cangkir.
Begitu pimpinan memberi instruksi “Headline kita
sekarang, ini” jebret, semua staff harus SIAP terima tugas, kerja cepat efektif
dan efesien. Si ini lari ke sana, si itu lari ke mana, si dia ngerjakan ini, si
anu ngerjain itu, pokoknya sibuk semua lah.
Saya sendiri punya pengalaman pahit menjelang deadline, ketika menulis artikel profile
seorang narasumber yang siang tadi saya wawancarai, di tengah proses menulis
itu, saya mandeg. Lamaaa... banget. Otak berasa keram kaku ngga bisa diajak
berpikir. Rokok dan kopi tidak berhasil mencairkan kepala untuk mengolah
kata-kata. Ya, saya terkena penyakit yang sering diderita penulis kebanyakan, WRITERS BLOCK. Gara-gara penyakit itu,
saya membuat seluruh staff pulang pagi, sekitar jam 03’an. Meski tidak ada
aturan tertulis, tapi memang seperti itu, tidak ada satupun staff yang boleh
pulang jika koran belum layak cetak, titik.
Berawal dari sanalah setiap hari jumat dan sabtu saya selalu gelisah tegang dan mudah panik, tapi karena sekarang sudah tidak lagi di sana, jadinya ngga perlu lagi PARANOID SABTU MALAM. Horeeee....
Tidak ada komentar :
Posting Komentar