Persoalan jaket dan helm beres, sekarang giliran packing.
Kami sepakat tidak akan bawa pakaian banyak khawatir makan tempat. Terlebih mengganggu kenyamanan serta keleluasaan saya
berkendara. Maka dari itu, kami hanya bawa beberapa setel pakaian
untuk dua atau tiga hari serta peralatan mandi seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi dan lain sebagainya. Kurang dari satu jam tas ransel
milik kekasih saya terisi penuh.
Seusai
packing, kini urusan perut pengendaranya. Tempat makan Bakso
Herman Jln. Tukad Barito Timur
jadi pilihan kami bersantap siang. Saya makan rawon sedangkan dia
pesan seporsi bakso lengkap dengan nasi putih dan es jeruk manis.
Selesai makan, Ruth meminta saya mampir sebentar ke toko oleh-oleh
Pie Susu khas Bali di Jln. Tukad Balian, Sanur. Katanya sungkan jika
pulang tanpa membawa sesuatu meski itu sekedar makanan ringan.
Semuanya
sudah siap? Tidak ada yang ketinggalan? Oke, saatnya berangkat
ngaspal!
Kami start
dari Sanur sekitar pk. 13.00 Wita. Cuaca siang itu terasa terik
menyengat namun kondisi arus lalu lintas terpantau cukup lancar.
Walaupun sempat beberapa kali tersendat karena traffic
light
persimpangan jalan. Dalam perjalanan ini, saya mematok kecepatan laju
kendaraan pada angka 60 km/jam, konstan. Boleh lebih, tapi hanya
beberapa detik saja karena saya takut terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan (sebetulnya saya takut mesinnya rontok atau jebol :p) di
tengah jalan.
Sebelum
berkendara lebih jauh, saya ajak kekasih saya berdoa bersama di dalam
hati agar diberikan kemudahan serta keselamatan selama perjalanan
hingga kembali lagi ke rumah kontrakkan Sanur tanpa adanya kekurangan
sedikit pun. Amin
Amin Amin Ya Rabbal'Alamin.
Ketika
melintasi Jln. Gatot Subroto Timur, saya sempat arahkan kaca spion
kiri ke muka kekasih saya. Dari pantulan kaca, saya bisa lihat
wajahnya sumringah. Wajar jika ia begitu antusias, ini kali
pertamanya melangsungkan perjalanan jauh lintas pulau naik sepeda
motor. Biasanya kalau pulang, dia selalu naik mobil Travel rute
Bali-Surabaya PP. Antara naik mobil dengan motor pasti beda lah
rasanya. Menurut saya, naik motor itu pengalaman adventure-nya
lebih dapat ketimbang mobil. Sampai-sampai kalangan bikers bilang,
“Four
Wheels Move Your Body, Two Wheels Move Your Soul”.
Sama dengan dia, saya juga merasakan hal yang sama (antusias),
mengingat sudah empat tahun saya pensiun 'main motoran' alias
touring.
Selama itu pula saya tidak pernah berpergian jauh kecuali ke daerah
Bedugul atau Kintamani. Inilah saatnya bagi saya untuk mengasah
kembali ketahanan fisik sekaligus mental berkendara jarak jauh.
Mengenyahkan karat di dalam tubuh yang telah mengendap sekian tahun.
Puas melihat wajah kekasih saya, kaca spion itu saya kembalikan lagi
ke posisi semula.
![]() |
Suasana Pedesaan Yang Menyejukkan Selepas Tabanan |
Perlahan
namun pasti, kami mulai meninggalkan kabupaten Tabanan. Suasana riuh
aktivitas perkotaan mulai berganti suasana pedesaan. Lajur jalan
mulai berliku, naik dan turun. Hembusan angin terasa sejuk menyentuh
kulit. Berulang kali saya tarik napas dalam, menahannya sepersekian
detik lantas menghembuskannya perlahan, menikmati tiap aliran udara
bersih mengisi rongga paru-paru hingga penuh. Rasanya sungguh nikmat
tiada tara. Dahan pepohonan yang menjulang tinggi seakan memayungi
perjalanan kami dari sengatan sinar mentari. Sejauh mata memandang,
tampak hamparan sawah berwarna hijau pekat di sisi kanan dan kiri
membuat mata ini teduh. Ah ... begitu indahnya perjalanan ini.
Suasana seperti inilah yang saya rindukan ketika touring.
![]() |
Bolak-Balik Nge-POM Karena Kapasitas Tanki Bahan Bakarnya Sedikit |
Meski
saya sanggup berkendara nonstop
tanpa henti, saya tidak boleh egois karena di belakang saya berada
kekasih saya yang belum terbiasa duduk berjam-jam di atas motor.
Selain itu, motor yang saya gunakan pun hanyalah motor matic
ber-cc
kecil. Jika terlalu dipaksakan takutnya bisa jadi masalah. Setidaknya
tiap satu atau dua jam (maksimal) berkendara, saya harus beristirahat
sejenak sekedar meluruskan kedua kaki dan tulang punggung agar tidak
pegal.
Bertemu
Nathan, Sang Lone
Rider
GILA
Tidak hanya laju
kendaraan yang saya ukur. Waktu istirahat pun saya perhitungkan. Saya
buat dua titik khusus untuk beristirahat lama (sekitar satu sampai
dua jam). Tergantung situasi dan kondisinya juga sih. Satu titik di
Bali dan satu lagi di Jawa. Sedangkan istirahat singkatnya berkisar
antara sepuluh hingga lima belas menit, saya beri jatah tak terbatas.
Kapan pun mau berhenti boleh, asal tidak terlalu sering. Kalau
kebanyakan, kapan sampai Surabaya nya?
Tempat
paling ueeeeenakkk
untuk beristirahat lama, dimana lagi kalau bukan di Alf*mart atau
Ind*mart? Selain bisa nyelonjorin
kedua kaki serta punggung, di tempat itu juga tersedia berbagai jenis
makanan dan minuman ringan dengan harga terjangkau dan kualitas
terjaga.
Daerah
Bajra jadi pemberhentian pertama kami untuk beristirahat panjang. Di
depan bahu kiri jalan, saya lihat ada gerai Ind*Mart cukup besar.
Saya kurangi laju kendaraan kemudian menyalakan lampu sign
kiri dan singgah di sana.
“Sayang
mau beli apa?” tanya kekasih saya setelah si 'baby
blacky'
parkir sempurna di pelataran parkir kendaraan.
“Bebas.
Apa aja sayang. Beli air minum ukuran tanggung aja satu” ucap saya.
![]() |
PO Bus Tiara Mas Bongkar Mesin |
Selagi
dia belanja, saya lebih memilih duduk di luar sembari bersantai di
salah satu deretan kursi plastik berwarna biru yang telah disediakan
pihak pengelola toko. Sewaktu bersantai, persis di seberang jalan
saya melihat adanya sebuah bus dominasi warna merah muda -Pink- milik
Perusahaan Otobus (PO) Tiara Mas sedang turun mesin. Kendaraan
sebesar itu kalau sudah sampai bongkar mesin pasti lama tuh
selesainya, bisa berjam-jam. Itu pun kalau sparepart-nya
ada. Kalau tidak ya bisa berhari-hari. Melihatnya saya jadi kepikiran
bagaimana nasib para penumpangnya ya?. Pasti jengkel setengah mati
nungguin
bus cadangan tiba.
Selain
melihat para mekanik bus sedang sibuk membetulkan kendaraannya, saya
juga melihat adanya sepeda motor bebek dengan barang bawaan bejibun
di
ujung parkiran sebelah kanan.
Saya
lihat awalan dua digit plat nomornya tertera “BL”. “BL dari
daerah mana lagi tu?” gumam saya dalam hati bertanya-tanya. Jika
dilihat dari banyaknya barang bawaan, pasti sang-pengendara sedang
melakukan perjalanan jauh. Sama seperti saya. Saya perhatikan
sekilas, terdapat sebuah tas ransel punggung yang diletakkan di
bagian tengah mengisi lekuk kosong kendaraan. Kemudian di bagian jok
belakang dipenuhi berbagai bawaan yang dibungkus lapisan terpal agar
tidak basah terkena air hujan. Barang bawaan di jok belakang itu
cukup panjang sampai melebihi jok-nya sendiri. Sementara itu, di
atasnya ada gitar kecil yang diikat ala kadarnya.
Saya
pun dibuat penasaran, siapakah pemilik kendaraan itu. Selain plat
nopolnya terlihat asing, rasanya juga jarang ada orang mau touring
pakai
motor Honda Supra. Kebanyakan orang kita suka pakai motor kelas 200
cc ke atas.
Saya
toleh kanan, toleh kiri, yang mana nih orangnya ya? Sebetulnya
gampang cari tahu siapa pemiliknya. Cari saja seseorang disekitar
situ yang berpakaian 'nyentrik'.
Beberapa detik kemudian, akhirnya saya berhasil menemukannya!
Ternyata bukan orang lokal, melainkan bule. Wah susah juga nih,
mengingat penguasaan bahasa Inggris saya terbatas. Karena didorong
rasa penasaran yang membuncah, mau tidak mau saya harus berinteraksi
dengannya.
Begitu
ia keluar dari dalam gerai mini
market
sambil membawa sebungkus makanan ringan, kemudian duduk persis di
samping kiri saya, saya beranikan diri bertanya kepadanya.
“Ummmm
... excuse me, Sir. Is that your motorcycle?” tanya saya sembari
menunjuk motor Supra paling ujung. Saya bisa merasakan keringat
dingin mulai keluar membasahi kening. Tangan pun terasa gemetar
pelan. Tiga tahun setengah saya menetap di kawasan Sanur yang
notabene banyak orang asing berseliweran, saya tidak pernah
berkomunikasi secara intens dengan mereka. Paling banter
bilang “Hi” atau “Hi, how are you?”. Memalukan!
“Oh,
yes. Honda Astrea (dia nyebutnya begitu), thats my motorcycle”
jawabnya dengan ekspresi muka sumringah. Senyumnya mengembang
maksimal mendominasi wajahnya.
“Ahhhh
... and where are you going, Sir? But pardon me before, let me guess,
you from London right?” saya mulai ceplas-ceplos cuek. Persetan
dengan grammar
atau penggunaan kata yang amburadul. Paling tidak, saya bisa
mengeluarkan kata-kata tanpa bercampur aduk dengan bahasa Indonesia.
Saat itu, rasa grogi saya mulai terkendali.
“Me?
Oh I am from Australia” jawabnya.
“Ehhhh
... Australia? Ohhhh ... My mistake. Hehehehe. Your voice sound from
London” saya tertawa malu sembari cengar-cengir ngga
jelas.
“Ohh ... I am sorry, my name Darwin. I am from Bandung, West Java”
saya sampai lupa belum memperkenalkan diri. Tangan kanan saya
sodorkan ke dekatnya dan ia menyambutnya dengan baik.
“My
name Nathan”
“Whooo
...?” karena saya kurang jelas mendengar, saya dekatkan telinga
saya sedikit.
“Naaatthaaannn
...” ucapnya dalam tempo sedikit lambat.
“Ahhhh
... Nathannn! Nice to meet youuuu, Nathan” saya goncangkan
tangannya ke atas dan bawah. “Ohhh ... and where are you going,
Sir?” saya kembali mengulang pertanyaan yang sempat terucap tadi.
Dugaan saya pasti dia berasal dari suatu daerah dan Bali adalah
destinasi terakhirnya.
“Ohhh
... I want go to Papua” ucapnya.
“Eeee
... Papua ...?? and where are you come from?” perasaan saya mulai
tak enak. Gila juga nih bule, gumam saya.
“I
am from Aceh!” tegas Nathan.
“Yooouuuu
whattt .....?!!! From Aceh to Papua using that motorcycle??!!!
Wooowww!!”
“Aaaaaaa
....” Nathan ikut setengah teriak membalas ekspresi spontan saya
yang meledak secara tiba-tiba.
“Yeahh
... yeahhh ... everybody always screaming like that when I explain my
trip” kepala Nathan manggut-manggut puas. Senyumnya tak pernah
pudar dari wajahnya.
“Youre
so so crazy!!! You know that?!” saya masih melongo seperti orang
blo'on. Seakan tak percaya dengan apa yang barusan saya dengar.
Sebetulnya saya ingin sekali melontarkan kalimat gaul
seperti di televisi agar suasana terasa lebih santai. Kalimat yang
saya maksud adalah “You're so Fu*king God D*mn crazy!”. Tapi saya
urungkan niat tersebut karena baru kenal, takut tidak sopan.
“I
am already visit Bandung and I very like 'ayam bakar'. And then Ijen,
Bromo” jelasnya menyebut beberapa destinasi yang telah ia kunjungi.
“Ahhh
... yeahhh ... yeahhh” giliran saya yang manggut-manggut. “And
for how long your plan this goes?” saya kembali bertanya ngaco asal
jeplak.
“Ohh
... my plan ... about four month”
“And
how about the motorcycle? Any trouble when youre riding?” tanya
saya.
“No
trouble at all!!”
jawabnya mantap.
“Yeahhh
... I believe that because as I know that motorcycle is very bad, you
know what I mean?” maksud saya dalam kalimat ini ingin menjelaskan
kalau motor supra itu memang bandel. Tidak gampang rusak, tahan
banting. Sekali lagi maafkan saya jika penggunaan bahasa Inggris saya
banyak salahnya.
Saya
lihat kekasih saya sudah sedari tadi nunggu di samping saya. Ekspresi
mukanya seperti berkata, “Ayoookk, lanjut lagi jalannya, ntar
kemaleman lho”. Sebelum saya melanjutkan kembali perjalanan yang
tertunda, saya minta ia berfoto berdua dengan saya.
“Sir,
do you mind if I take a picture with you? For my documentation so I
can upload it in my blog”
“Sure!”
![]() |
Saya (Kanan) dan Nathan |
“Ok,
thanks a lot for the picture, Sir!. Ummm ... I want continue my trip,
anyway. Good luck with your trip, Nathan. So long” ucap saya
berpamitan sembari bersalaman.
“My
pleasure, Darwin. See you again in other time” balasnya ramah.
Seusai bersalaman,
saya pun berpisah dengan Nathan dan saya kembali melanjutkan
perjalanan panjang ini ...
Moral
yang dapat saya ambil dari pertemuan singkat itu adalah, touring itu
tidak harus naik motor berkapasitas mesin besar (200 cc ke atas).
Motor kecil pun sanggup membawa kita berkeliling nusantara. Tak perlu
minder atau merasa malu apalagi sampai berpikiran, “Ah ... si anu
kan motornya besar. Pantas jika dia bisa touring jauh kesana kemari.
Sedangkan saya hanya punya motor kecil, maklum lah”. Inilah serunya
touring
naik motor. Ada saja kejadian tak terduga. Tidak hanya itu, kita juga
bisa mengenal dan bertemu dengan banyak orang yang simpatik dengan
kisah perjalanan yang sedang kita jalani.
See you in next
story ...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar