Jumat, 27 Desember 2013

BANDUNG CITY TOUR

(25/12) Hampir satu minggu belakangan, saya ngendog manis di rumah. Mengisi waktu senggang membaca buku, berita, artikel, update postingan di blog ini, ber-socmed, sampai main game. Tapi lama kelamaan kok bosan juga ya? Keluar rumah juga bingung mau kemana?


Kebetulan my ‘lil brotha, Turin sedang liburan selama satu minggu penuh. Nah, daripada saya jadi manusia anti-sosial, kenapa tidak diajak nemenin sekalian menikmati hiruk pikuk kota Parahyangan? Itung-itung berpetualang jadi turis domestik gadungan, ha3ha. Awalnya kita sepakat jam 10.00wib jalan, eh.. ternyata meleset. Tugas bersih-bersih rumah belum juga selesai sampai batas waktu yang ditentukan. Akhirnya kita baru jalan jam 11.15wib.


Dari Ujung Berung, kami naik angkutan umum (angkot/bemo) warna pink jurusan Gede Bage – Dago dan turun di simpang Dago dekat Bank BCA. Jarak segitu jauhnya, cukup membayar 5000/orang. Masih terjangkaulah, ketimbang bawa kendaraan sendiri? Capek di jalan, main srabat srobot sama pengguna jalan lain. Enak juga naik angkot, duduk manis, sampai deh di tujuan.



Di simpang Dago, seperti perkiraan saya sebelumnya. Trafficnya gak ketulungan, macet, padat merayap! Sejauh mata memandang, antrian kendaraan di mana-mana, dari ujung ke ujung. Saya sendiri maklum melihat kondisi seperti itu. Lebar jalannya saja sudah sempit, dipaksa nampung volume kendaraan segitu banyaknya, ya macet lah. Apalagi hari ini libur nasional plus long weekend, klop sudah. Bandung diserang plat B.




Beberapa menit lamanya saya memperhatikan situasi dan kondisi sekitar. Beberapa orang terlihat asik berfoto, ada puluhan anggota kepolisian berjaga di pos polisi, dan satu deret sepeda gayung (kayuh). Saya tertarik dengan deretan sepeda kayuh itu. Setelah membaca papan informasi, ternyata sepeda-sepeda itu di sewakan seharga 3000/jam. Wah.. asik tuh! Next time deh, saya mau jalan-jalan kawasan Dago naik sepeda. Gowes.. gowes..


Loket Penyewaan Sepeda Kayuh
Jalur Pedestarian Nyaman dan Lebar
Tujuan pertama saya, mau ke kampus ITB di Jln.Ganesa. Apa alasannya, nanti saya jelaskan lebih lanjut. Karena lokasinya tidak begitu jauh dari simpang Dago, kurang lebih 10 menit, saya memilih berjalan kaki saja. Toh sekalian santai, lihat-lihat gedung perbelanjaan dan aneka macam gerai yang menyajikan menu kuliner.


Tempat Duduknya Unik Bulet Bulet Gitu
Selama perjalanan itu, saya mendapati tong sampah minimalis berwarna putih bertuliskan “Bandung Kita, Tanggung Jawab Kita”. Tong sampah itu dibentuk sedemikian rupa berkerangka besi dan di atasnya membentuk pola dua lingkaran memisahkan antara sampah organik dan non-organik.


Menjawab pertanyaan sobat tadi, “Kenapa juga harus ke ITB sih?” Saya punya sejarah di sana. Bukan berbentuk prestasi akademik, melainkan sejarah masa kecil. Setiap kali saya liburan ke Bandung, begitu sampai di rumah nenek (masa kecil saya, besar di kota lain), pasti minta diantar saudara ke sini untuk naik kuda! Harus! Wajib hukumnya! Tak tanggung-tanggung, saya mintanya 10x putaran! Kalau ngga diturutin, wah, jangan ditanya deh seperti apa tampang saya, He3He.


Darwin kecil, waktu itu mungkin masih berseragam putih merah alias SD, saya punya tongkrongan kuda langganan. Kuda itu nurut sekali dan gampang di kendalikan. Karena si kuda nurut, saya pasti minta di lepas sama sang pemilik kuda. Jadi, ceritanya saya asik bermain kuda, si empunya, saya suruh makan bakso kek atau ngapain kek. Wah, pokoknya seru!


Ternyata Ganesha sekarang tidak se-asik dulu, sudah jauh berbeda. Padahal, tadinya saya berencana naik kuda untuk kembali ke jaman bocah. Ah, sayang sekali. Situasinya sepi sih, jadi ngga rame. Keburu ilfill duluan. Ya sudahlah tak mengapa, toh keinginan saya bernostalgia menginjakkan kaki di jalur ITB sudah keturutan. Turin lalu mengajak saya ke kantin ITB, kantin “Salman”.

Kantin Salman ITB
Kalau tidak salah, kantin salman posisinya berdekatan dengan mushola ITB. Lingkungan kantinnya cukup bersih dan nyaman, dilengkapi puluhan meja warna putih beserta kursi yang memanjang. Tak hanya itu saja, antrian laki-laki dan perempuan jalurnya dipisah. Laki-laki sendiri, perempuan sendiri. Kemudian, setiap menjelang waktu sholat, kantin itu tutup selama 20 menit. Selesai tidak selesai makan, tiba waktunya sholat, kita bisa diusir dari sana. Serius. Kantin yang aneh, menurut saya. Tapi bagus juga sih.

Setelah icip-icip jajanan pasar, kita melanjutkan lagi perjalanan ke Dago bawah. Lebih tepatnya ke Gramedia depan Bandung Indah Plaza -BIP-. Wah.. ini baru kerasa tantangannya, cukup menguras tenaga harus berjalan kaki ke sana. Kalau pun toh naik angkot, lihat sendirikan gimana antrian kendaraannya? Bisa-bisa jalan kaki sama naik angkot, lebih cepat jalan kaki.

Look at those traffic!!! WTF

Heavy Traffic!!

Brrr.. sejuknya AC langsung terasa begitu masuk gedung Gramedia. Ahh.. akhirnya sampai juga di toko buku. Lumayan, sudah lama saya tidak baca-baca buku berkualitas tinggi gratisan (#eh). Koleksi buku Gramedia berlantai 4 ini termasuk lengkap. Saya sendiri sangat antusias melihat ratusan rak men-display berbagai jenis buku. Tak sabar ingin segera melahap ilmu sebanyak mungkin dalam waktu sekejap. Seingat saya, Lantai#1 aksesoris macam tas kerja, ballpoint parker, pisau lipat, smartphone, nokia customer care, dsb. Lantai#2 segala macam peralatan kantor/alat-alat tulis. Lantai#3 Novel. Lantai#4 Komik.


Satu Rak Full Sherlock Holmes!! Ough Yeahh
Namanya juga doyan baca buku, tak terasa, hampir 4 jam saya bolak balik halaman demi halaman dari berbagai judul buku, tetap saja masih kurang.

Sampai pada akhirnya, suka tidak suka, waktu jugalah yang memisahkan saya dengan toko buku itu. Saya harus cepat pulang ke rumah karena beberapa jam lagi, sinar mentari akan lenyap berganti malam. Rencananya sih, minggu ini, saya mau balik lagi ke Gramedia, baca-baca buku gratisan (#eh #eh). Tapi kayaknya bakal sendirian deh, si Turin katanya kakinya pegel-pegel habis jalan kaki, he3he.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar